Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Penambang emas dan tembaga di Papua, PT Freeport Indonesia, harus rehat mengekspor hasil tambangnya. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak memperpanjang izin ekspor Freeport yang habis Sabtu (25/7), karena belum memenuhi syarat perpanjangan ekspor.
Sinyal tersebut disampaikan oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono. Alasannya, Freeport belum memenuhi sejumlah komitmen sebagai syarat mendapatkan perpanjangan izin ekspor konsentrat untuk enam bulan ke depan. "Kemungkinan kami stop," ujar dia, di kantornya, Jumat (24/7), seusai menggelar rapat maraton dengan Kepala Biro Hukum Freeport Clement, dari pukul 11.00-18.00 WIB.
Bambang menambahkan, dalam rapat tersebut terungkap bahwa Freeport belum menyerahkan rencana kerja perusahaan ini terkait soal pembangunan smelter. Termasuk soal dana sewa lahan oleh PT Petrokimia Gresik di Jawa Timur. "Kewajiban komitmennya harus dipenuhi dulu," ungkapnya.
Ia menegaskan, yang paling penting yang harus dilakukan oleh Freeport adalah komitmen untuk menyelesaikan persyaratan. Bila ada salah satu yang belum dipenuhi maka, perpanjangan ekspor Freeport tidak akan bisa diberikan.
"Yang jelas sampai sekarang Freeport baru mengajukan US$ 115 juta," ungkapnya. Padahal, pemerintah meminta 60% dari US$ 280 juta atau US$ 170 juta untuk komitmen proyek smelter.
Meski menyetop izin ekspor Freeport pada Sabtu (25/7). Pihaknya masih akan terus membahas setiap hari dengan Freeport soal persyaratan yang diminta pemerintah. "Sampai mereka penuhi persyaratannya, kami akan terus membahas," imbuh dia.
Sayang, Clement tak bersedia memberikan penjelasan maupun konfirmasi terkait keputusan tersebut maupun hasil rapat dengan sang Dirjen. Sampai berita ini naik cetak, KONTAN juga belum mendapat jawaban dan penjelasan dari Riza Pratama Jurubicara Freeport yang dikonfirmasi oleh KONTAN.
Sementara itu, terkait dengan tidak bisanya status Kontrak Karya Freeport berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) pada tahun ini bukan berarti pemerintah akan menghentikan kontrak Freeport pada tahun 2021.
Sebaliknya, Menteri ESDM Sudirman Said menyatakan, Freeport Indonesia diminta membangun smelter, menyiapkan pembangkit listrik di Papua, dan menyiapkan komponen lokal. Artinya, pemerintah menginginkan Freeport Indonesia terus menyiapkan investasi.
Perlu gentleman agreement
Pemerintah Indonesia, kata Sudirman, tidak memiliki keinginan untuk memutuskan dan menghentikan operasi pertambangan Freeport di Indonesia. "Karena memang saat ini kita sedang butuh investasi, ekonomi kita masih dibangun, dan peran Freeport dalam ekonomi lokal sangat besar," katanya.
Untuk itu, dia menyatakan bahwa antara pemerintah dan Freeport Indonesia harus ada gentleman agreement yang menyebut Freeport percaya pemerintah punya itikad baik untuk meneruskan operasi Freeport di Indonesia.
Sebaliknya, Freeport juga memberikan kepercayaan kepada pemerintah untuk terus memiliki komitmen berinvestasi di Indonesia. "Ini yang mau dicapai dan mudah-mudahan Freeport paham. Tinggal kami mencari kesempatan solusi hukum ini seperti apa," ujar Sudirman saat memaparkan beberapa isu di kantornya ke wartawan, Jumat (24/7).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News