Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK), Kementerian Perindustrian dan United Nation Development Programme (UNDP) bekerjasama meningkatkan kapasitas laboratorium pemeriksaan bahan kimia berbahaya terutama yang terdapat di dalam komponen elektronik berbasis plastik dan yang berasal dari produk impor. Hal ini guna melindungi kesehatan konsumen dan menghindari pencemaran lingkungan di Tanah Air.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Ngakan Timur Antara menjelaskan pihaknya berupaya menurunkan tingkat penggunaan polybrominated diphenyl ethers (PBDE) melalui penerapan Restriction of Hazardous Substances Directive (RoHS).
Ngakan menjelaskan, RoHS merupakan pedoman yang membatasi penggunaan enam bahan berbahaya di dalam pembuatan berbagai jenis komponen peralatan elektronik. Keenam substansi tersebut adalah timbal (Pb), air raksa (Hg), kadmium (Cd), hexavalent chromium (Cr6+), polybrominated biphenyl (PBB), dan PBDE.
“Saat ini concern kami kepada PBDE karena secara internasional telah dilarang penggunaannya di industri. PBDE yang digunakan sebagai penghambat nyala api dianggap berbahaya karena berpotensi sebagai bahan pencemar yang bersifat persisten di lingkungan,” kata Ngakan dalam keterangan pers, Rabu (28/3).
Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Konvensi Stockholm tentang POPs yang ditandatangani 172 negara pada tahun 2001 dan telah diratifikasi Pemerintah Indonesia pada tahun 2009 melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2009 tentang Bahan Pencemar Organik yang Persisten.
Dalam pelaksanaannya, Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) Bandung sebagai salah satu Unit Pelayanan Teknis di bawah binaan BPPI Kemperin, dipilih oleh UNDP untuk melaksanakan kegiatan penurunan kandungan PBDE. Tiga program penurunan PBDE adalah pelaksanaan pelatihan RoHS, uji profisiensi, dan penyusunan dokumen untuk pendaftaran ruang lingkup pengujian PBDE.
“Kami telah melaksanakan pelatihan RoHS ini yang diikuti oleh laboratorium satker-satker di bawah BPPI Kemenperin dan laboratorium di bawah BP Batam,” ungkap Ngakan.
Untuk itu, Kemperin juga mendorong industri nasional agar mengoptimalkan pengelolaan sampah secara tepat. Salah satu metode yang dapat dilakukan adalah pendekatan waste to energy. “Selain bisa mengurangi timbulan limbah, pendekatan tersebut juga membantu mengurangi pemanfaatan bahan bakar fosil,” jelas Ngakan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News