kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kemudahan investasi migas di Indonesia tertinggal jauh, kita masuk beyond crisis


Kamis, 13 Desember 2018 / 17:35 WIB
Kemudahan investasi migas di Indonesia tertinggal jauh, kita masuk beyond crisis
ILUSTRASI. LAPANGAN BLOK PANGKAH PT SAKA ENERGI INDONESIA


Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pemerintah mestinya belajar dengan negara-negara lain yang kini sangat friendly dengan investasi migas. Mereka kini berlomba-lomba membuat investor migas terpikat untuk datang dan menanamkan duitnya.

Sementara di Indonesia, para kontraktor migas dibebani banyak regulasi dan tidak adanya stabilitas regulasi di industri hulu migas. Alhasil, investasi pengeboran pun menurun dibandingkan beberapa tahun terakhir. Bila tahun 2000-an bisa mencapai 150 sumur dibor untuk eksplorasi, kini tidak lebih dari 10 pemboran eksplorasi.

Padahal Indonesia bisa mencontoh regulasi yang dilakukan negara lain agar gairah investasi kembali memuncak, salah satu contoh paling bagus untuk mendatangkan investasi migas pernah dilakukan Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada April 2017. Dia menyetujui kembali adanya pengeboran lepas pantai terutama di lautan Artik dan Atlantik dengan tujuan untuk "memperlancar energi Amerika".

Kebijakan Trump ini menghapus program perlindungan lingkungan Obama paska meledaknya rig pengeboran minyak lepas pantai Deepwater Horizon di Teluk Meksiko. Kebijakan mengizinkan kembali perusahaan migas beroperasi di lepas pantai Amerika itu disambut gembira perusahaan migas untuk kembali melakukan eksplorasi. Tidak terkecuali perusahaan Amerika Serikat yang ada di Indonesia.

Masih ingat dalam ingatan kita, Hess Corp dan Murphy memilih hengkang dari Indonesia untuk berinvestasi di negara asalnya. Mengapa mereka hengkang? Padahal Hess Corp sudah menghabiskan dana US$ 200 juta untuk mengebor meski dry hole.

Rupanya, bukan saja berinvestasi di Amerika lebih menggiurkan saja, tetapi juga perusahaan migas asing tidak happy dengan berbagai kebijakan hulu migas yang dibuat oleh pemerintah. Istilahnya tidak ada stabilitas regulasi. 

Kebijakan yang selalu berubah dan adanya peraturan baru bukan saja terjadi di Kementerian ESDM, tetapi juga terjadi di kementerian lain yang ramai-ramai membuat regulasi atau perizinan untuk mendapatkan pendapatan bukan pajak dari perusahaan migas. Ini yang membuat jengkel perusahaan migas, belum juga mendapat hasil sudah dikenakan berbagai regulasi.  

Kreativitas membuat aturan yang menghasilkan PNBP itu ternyata salah kaprah. Bukan memudahkan malah mempersulit yang akhirnya mereka hengkang. Beberapa aturan yang menghambat bisnis migas itu ada pada aturan lingkungan, soal laut, soal pemakaian kawasan hutan, aturan atau perizinan mengebor lebih dalam di laut harus izin, kemudian ada izin dari syahbandar, ada juga dari Kementerian Perhubungan, lalu izin penggunaan kapal berbendera Indonesia, perpajakan, dan lainnya.

Tumbur Parlindungan President  Indonesia Petroleum Association (IPA) mengungkapkan, masalah di hulu migas itu lintas sektoral dan lintas kementerian sehingga tak bisa diselesaikan dengan satu kementerian saja.

Bukan saja di Kementerian ESDM tetapi juga di Kementerian LHK, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Keuangan, belum lagi Pemda setempat. "Saya kira memang harus ada dirijennya untuk membenahi masalah hulu migas ini, ya Presiden sendiri harus turun tangan, kita ini sudah beyond crisis migas," ungkapnya, Kamis (13/12).

Efek dari bisnis proses yang mandek itu, tentu berdampak besar pada keinginan investor berinvestasi. Dia mengatakan, jika bicara soal industri hulu migas tentu pemerintah tidak bisa melihat secara sempit soal apa yang sudah dilakukannya untuk mempermudah periizinan industri hulu migas saat ini, melainkan pemerintah harus melihatnya secara global.

“Jangan bilang saya sudah melakukan ini, tetapi lihat saya sudah melakukan ini lebih baik dari Meksiko, Mesir, Brazil, Amerika. Kalau itu sudah dilakukan, investor datang, kok,” kata Tumbur yang baru saja terpilih menjadi President IPA menggantikan Ronald Gunawan, Kamis (13/12).

Hal ini karena pemain di industri migas yang notabene perusahaan asing juga berlomba-lomba mencari lokasi bisnis yang sangat memudahkan untuk memperlancar bisnisnya. Bahkan mereka juga mesti bertarung secara internal dalam mengajukan proposal investasi ke headquarters.

Atas masalah itu, negara-negara yang ingin mendapatkan investor migas berlomba-lomba memberikan insentif bagi para investor migas agar mereka bersedia menaruh duitnya di suatu negara.

Bila para kontraktor migas datang, otomatis perusahaan jasa migas akan mengikuti. Ini sudah terjadi di Amerika paska dibuka kembali pengeboran di lepas pantai oleh Trump. Ini yang disebut bahwa industry hulu migas itu menimpulkan efek gulir yang sangat massif bagi industri penunjangnya.

Contoh lainnya ada di Mesir, negara ini lebih gila lagi. Mereka menihilkan pajak untuk perusahaan migas yang menanamkan duitnya di industri hulu migas. “Saya kasih contoh, di Mesir itu Eni dan BP ketemu 30 triliun cubic feet (tcf), gede banget. Dua kontraktor itu gak dikenakan pajak. Pajaknya 0%,” ungkapnya.

Asal tahu saja, Eni dan BP pada Agustus 2015 mengumumkan penemuan ladang gas terbesar, yang diberi nama Zohr, di Laut Mediterania di lepas pantai Mesir, yang memiliki potensi 30 triliun kaki kubik (850 miliar meter kubik) lean gas di tempat yang mencakup luas wilayah sekitar 100 km persegi.

Tumbur bercerita, pemerintah Mesir menjual gas ke rakyatnya seharga US$ 3 per mmbtu, sedangkan pemerintah Mesir membeli gas dari Eni an BP seharga US$ 6 per mmbtu. “Mereka subsidi rakyatnya untuk gas, kalau kita? Suruh harga gas US$ 6 per mmbtu, kita (industri hulu migas) memberi subsidi ke perusahaan sarung tangan?” imbuh dia.

Dia bilang, contoh di atas bisa menjadi barometer bagi pemerintah Indonesia agar bisa menjadi lebih baik dari negara-negara tersebut dalam soal kemudahan berinvestasi suatu negara.

Tidak sulit mencari tahu soal regulasi soal hulu migas di negara-negara tersebut. Minimalnya bisa diadopsi, syukur-syukur bisa lebih baik dari negara tersebut. “Masa tidak punya intelejen untuk mencari tahu soal kemudahan investasi migas di sana?” tutur dia.

Maka dari itu, Tumbur menilai tidak perlu berbangga dulu jika baru melakukan deregulasi periizinan migas karena jika dibandingkan dengan negara lain itu belum cukup. “Buktinya masih 317 izin yang harus ditempuh, belum lagi di daerah dan kementerian lain,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×