kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kenaikan NJOP bisa memukul penjualan


Selasa, 11 Maret 2014 / 07:29 WIB
Kenaikan NJOP bisa memukul penjualan
ILUSTRASI. Kantor Pusat Bank Indonesia. REUTERS/Willy Kurniawan


Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di DKI Jakarta, sebagai dasar pengenaan pajak dalam Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), mulai berlaku awal tahun ini. Tingginya kenaikan NJOP dikhawatirkan bisa memperparah bisnis properti yang saat ini sudah lesu.

Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW), Ali Tranghada, kenaikan NJOP sebenarnya tidak membawa pengaruh langsung ke harga lahan.

"Selama ini harga lahan di pasaran justru lebih tinggi ketimbang NJOP," tutur dia, ketika dihubungi KONTAN, Senin (10/3). Namun Ali memprediksi pengembang bakal membebankan kenaikan NJOP kepada konsumen karena tidak mau merugi.

Maklum, selama proyek dalam masa pembangunan, pengembanglah yang harus menanggung PBB. Imbasnya, harga jual proyek kepada konsumen bisa lebih mahal 7%-10%. Padahal, konsumen juga harus membayar PBB yang lebih besar setelah properti itu menjadi miliknya.

Kenaikan tarif NJOP pun bervariasi tergantung kawasan. Makanya, Ali menyayangkan keputusan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang mengerek harga NJOP di saat siklus properti memasuki perlambatan.

"Penurunan penjualan pasti ada," ramal Ali, meski dia belum bisa menghitung berapa dalam penurunan yang terjadi. Sementara itu Sekretaris Perusahaan PT Perdana Gapuraprima Tbk Rosihan Saad mengakui perusahaannya tidak memakai patokan NJOP dalam menentukan harga jual proyek.

Selisih antara harga jual dan NJOP bahkan bisa mencapai empat kali lipat lantaran perusahaan sudah mengeluarkan investasi untuk membangun infrastruktur. Meski begitu, Rosihan juga waswas kenaikan NJOP bisa mempengaruhi psikologis konsumen, sehingga konsumen memilih untuk menunda membeli properti.

Makanya, sebagai langkah antisipasi, Perdana Gapuraprima tidak akan menaikkan harga produknya terlalu tajam. Biasanya, kenaikan harga apartemen sejak peluncuran perdana hingga serah terima bisa lebih dari dua kali lipat, sedangkan rumah bisa 50%.

"Kami takut konsumen lari kalau kenaikan harga proyek terlalu tinggi," aku Rosihan. Saat ini Gapuraprima sedang memasarkan rumah tapak dan apartemen di sejumlah daerah di Jakarta seperti MT Haryono, Cengkareng, Cipayung, dan Kebon Jeruk.

Catatan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengerek NJOP antara 120%-240% mulai awal tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×