Reporter: Dani Prasetya | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Niat Iran berinvestasi pada sektor otomotif di Indonesia terganjal kendala status perusahaan. Negara yang telah memproduksi 1,5 juta unit per tahun itu berencana memproduksi mobil dengan merek D-8.
Dirjen Kerja Sama Industri Internasional Kementerian Perindustrian Agus Tjahajana menjelaskan, perbedaan kepemilikan antara kendaraan Iran yang dipegang oleh badan usaha milik negara (BUMN) dan sektor otomotif Indonesia yang dimiliki swasta itu menjadi kendala yang menyulitkan rencana kerja sama Iran di Indonesia.
Kesulitan terlihat ketika kedua belah pihak berniat mendirikan perusahaan patungan. Perbedaan status itu akan menyulitkan pengembangan perusahaan patungan karena adanya ego sektoral dari masing-masing pihak. Artinya, BUMN akan membawa suara pemerintah, sedangkan swasta akan menyuarakan keinginan pribadi untuk mencari untung.
Pada pembahasan rencana investasi negara anggota D-8 (organisasi negara berkembang), kata Agus, masing-masing negara menyampaikan rencana investasi pada sektor otomotif. Negara lain mewakili suara pemerintahnya untuk berinvestasi pada sektor otomotif, sedangkan Indonesia membawa aspirasi dunia usaha otomotif domestik yang dikuasai swasta.
Saat ini, Indonesia memiliki posisi yang kuat pada sektor otomotif, tapi masih sebatas agen tunggal pemegang merek (ATPM). Di antara negara anggota D-8, Turki, Indonesia, Malaysia, dan Iran memang memegang dominasi kuat pada sektor otomotif. Oleh karena itu, kedua belah pihak berencana melakukan pembahasan lanjutan untuk menemukan solusi pada kendala tersebut.
Menteri Perindustrian M.S. Hidayat pernah menjanjikan, bakal menarik investasi dari negara D-8 yang meliputi Mesir, Pakistan, Malaysia, Bangladesh, Iran, Nigeria, Turki, dan Indonesia. Sektor industri yang dianggap potensial meliputi otomotif, elektronik, komponen ban, dan produk tekstil.
Nantinya, dia mengharapkan, pelaku usaha dalam negeri dapat meningkatkan penjualan produknya di negara anggota D-8. Apalagi total populasi ketujuh negara itu mencapai 1,1 miliar jiwa.
Sementara itu, Ketua Komite Tetap Peningkatan Produktivitas Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Gunadi Sindhuwinata pernah mengutarakan, peluang pengiriman kendaraan bermotor khusus mobil menuju negara anggota D-8 terbilang besar. Peluangnya bahkan melebihi kendaraan roda dua.
Alasannya, tidak semua negara anggota D-8 memproduksi mobil sehingga kendaraan produksi dalam negeri berpeluang meraih pasar ekspor di negara tersebut.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyebut, kemampuan produksi industri otomotif dalam negeri mencapai 870.000 unit. Selama ini, untuk diketahui, ekspor mobil mencapai 20% dari total produksi dengan tingkat kandungan dalam negeri mencapai 76%. Produksi dalam negeri itu telah menyentuh pasar ekspor di 88 negara.
Meski demikian, Indonesia harus meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri. Sebab, telah banyak pasar ekspor yang ternyata mendapat pasokan kendaraan dari negara lain. Misalnya, Nigeria yang sudah dilayani melalui Mesir.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News