Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia, Taruna Ikrar berkomitmen untuk mempercepat kemandirian farmasi nasional melalui pengembangan obat bahan alam atau fitofarmaka. Untuk mendorong langkah tersebut, BPOM telah menetapkan kerangka kerja kolaborasi akademisi-bisnis-pemerintah (ABG) sebagai pendekatan strategis untuk memperkuat penelitian dan pengembangan obat herbal.
Sebagai salah satu langkah besar untuk menegaskan komitmen tersebut, Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan The 16th Annual Meeting of the World Health Organization – International Regulatory Cooperation for Herbal Medicines (WHO IRCH) di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dalam perhelatan tersebut, Taruna Ikrar menegaskan peran kepemimpinan Indonesia dalam pertemuan tersebut sangat besar dan menguntungkan untuk saling menguatkan sistem pengawasan dan membuka pasar.
Taruna bilang, event tersebut merupakan momen strategis untuk Indonesia memainkan peran sentral termasuk juga memperkenalkan obat herbal Indonesia di mata dunia. “Kehadiran Anda di sini mencerminkan komitmen bersama untuk memperkuat regulasi obat-obatan herbal,” kata Taruna dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (22/10).
Baca Juga: Pharos Luncurkan Suplemen Nutrisi Sendi
Di Indonesia, pengembangan obat herbal terus bergulir cepat. BPOM telah menetapkan kerangka kerja kolaborasi akademisi-bisnis-pemerintah sebagai pendekatan strategis untuk memperkuat penelitian dan pengembangan obat herbal. Akademisi, sebagai pusat inovasi berkontribusi dengan menghasilkan gagasan penelitian dan memajukan pengembangan produk.
Sektor bisnis memainkan peran kunci dalam menyediakan pendanaan dan memastikan bahwa produk memenuhi standar yang ditetapkan. “Kami menyediakan regulasi dan pedoman untuk memastikan kepatuhan terhadap keamanan, khasiat, dan mutu. BPOM juga terus mendorong integrasi obat tradisional ke dalam sistem kesehatan nasional,” ujar Taruna.
Lebih lanjut, ia meyakini jika masyarakat semakin proaktif dalam menjaga kesehatan, maka permintaan akan produk herbal berkualitas tinggi, aman, dan efektif tumbuh pesat. Hal ini menghadirkan peluang yang sangat besar, sekaligus tantangan regulasi yang signifikan yang tidak dapat diselesaikan oleh satu negara pun sendirian.
Indonesia sebagai mega biodiversity di dunia memiliki sejarah panjang pengobatan herbal. Dengan lebih dari 30.000 jenis tumbuhan yang tercatat, sekitar 9.600 di antaranya diketahui memiliki khasiat obat dan menjadi bahan utama ramuan jamu.
Para peneliti telah menemukan bukti bahwa sejak 31.000 tahun lalu, amputasi bedah telah dipraktikkan di Kalimantan. Diyakini bahwa obat-obatan herbal digunakan untuk mendukung proses penyembuhan, mencegah infeksi, dan memberikan efek anestesi.
Namun, jumlah produk obat herbal yang terdaftar di BPOM masih terbatas. Meskipun lebih dari 18.000 obat herbal/jamu telah terdaftar, jumlah obat herbal terstandar (OHT) dan fitofarmaka masih sangat rendah, hanya 71 OHT dan 20 produk fitofarmaka. Hal ini menunjukkan bahwa potensi keanekaragaman hayati herbal Indonesia yang kaya masih memiliki peluang luas untuk dieksplorasi, dikembangkan, dan dimanfaatkan secara optimal.
Baca Juga: Persaingan Kian Ketat, Industri Farmasi Gencar Lakukan Inovasi
Sebagai tuan rumah forum bergengsi yang dihadiri 58 peserta dari 24 negara anggota WHO IRCH, Indonesia memanfaatkan momentum ini untuk memperlihatkan kemajuan nyata dalam riset, regulasi, dan hilirisasi obat bahan alam, termasuk fitofarmaka.
Menurut Taruna, kolaborasi antara BPOM, WHO, dan pelaku industri farmasi merupakan langkah konkret untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu pusat pengembangan obat berbasis biodiversitas di dunia.
Selanjutnya: Dana Asing Keluar Hingga US$ 5,26 Miliar, BI Sebut Intervensi Pakai Cadangan Devisa
Menarik Dibaca: Simak Ramalan 12 Zodiak Keuangan dan Karier Besok Kamis 23 Oktober 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News