Reporter: Handoyo | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Niat pemerintah Indonesia memiliki kereta cepat seperti Shinkansen yang ada di Jepang bukan sekedar isapan jempol. Selain Jepang, investor asal China juga tertarik untuk menggarap proyek tersebut.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengatakan, pada akhir Juni atau awal Juli mendatang Technical Feasibility Study (TFS) yang dilakukan oleh pihak China diperkirakan selesai. Sehingga, "Akhir Juli sudah final untuk Financial Feasibility Study (FFS)," kata Rini, akhir pekan lalu.
Agar tidak sulit dalam pembebasan lahan, rencananya pembangunan jalur kereta api cepat Jakarta-Bandung tersebut akan memanfaatkan areal jalan tol. Meski masih dalam tahap pengkajian, nantinya jalur kereta tersebut akan dibangun di atas jalan tol atau samping jalan tol.
Rini bilang, pembangunan proyek tersebut juga akan melibatkan perusahaan dalam negeri. Hal ini lantaran, perusahaan dalam negeri belum ada yang berpengalaman terhadap pembangunan proyek kereta api cepat tersebut.
Setidaknya perusahaan lokal yang masuk dalam konsorsium pembangunan jalur kereta cepat tersebut adalah PT Wijaya Karya (WIKA), PTPN VIII, INKA, dan LEN Industri. Perusahaan yang dilibatkan dalam proyek kereta cepat terebut memiliki keahlian masing-masing.
Rini menambahkan, PTPN VIII penting dilibatkan dalam proyek pembangunan kereta api cepat ini lantaran jalur yang akan digunakan tersebut banyak dimiliki oleh perusahaan perkebunan pelat merah tersebut.
Dengan keterlibatan PTPN VIII tersebut diharapkan persoalan pembebasan tanah tidak akan menjadi kendala. "PTPN VIII lahannya besar, sehingga tidak sulit mencari lahan," ujar Rini.
Proyek pembangunan kereta api cepat ini diperkirakan membutuhkan waktu sekitar 3 tahun. Walhasil, bila tahun ini proyek ini dapat dilakukan maka pada tahun 2018 mendatang sudah dapat dioperasikan.
Corporate Secretary PT Wijaya Karya Suradi mengatakan, penugasan Wijaya Karya sebagai lead konsorsium dari proyek kereta api cepat baru diterima secara lisan. Perusahaan tersebut belum mengantongi instruksi resmi.
Ada beberapa alternatif peran yang mungkin diberikan kepada Wijaya Karya sebagai eksekutor konstruksi, sebagai investor atau melakoni dua peran itu sekaligus sebagai pengelola proyek. "Yang pasti, leader bukan berarti wajib menyiapkan modal yang paling besar," kata Suradi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News