Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Pengusaha elektronik berharap pemerintah segera merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 39 Tahun 2010 tentang Ketentuan Impor Barang Jadi oleh Produsen. Lantaran Mahkamah Agung menolak berlakunya aturan ini, maka impor barang jadi tidak bisa lagi dilakukan.
Ketua Gabungan Elektronik Indonesia (Gabel), Ali Soebroto mengatakan, bila aturan ini dicabut dan mengakibatkan impor barang jadi oleh produsen benar-benar dilarang akan terjadi ketimpangan ekonomi. Hal ini karena produk elektronik dari pabrikan asing menguasai sebagian besar pasar. "Beberapa kategori produk akan hilang dari pasar," tegas Ali.
Menurutnya, perusahaan-perusahaan elektronik di Indonesia sebagian besar merupakan perusahaan multinasional. Biasanya, perwakilan perusahaan yang masih satu induk akan saling mengisi pasar. "Impor barang jadi dari sesama pabrik perusahaan multinational company di kawasan ASEAN dibebaskan dari bea masuk. Biasanya jalan seperti ini diambil untuk mengisi pasar yang produknya tidak dibuat di Indonesia," imbuhnya.
Ketua Elektronic Marketer Club AG Rudyanto menambahkan, mayoritas produk elektronik yang tidak diproduksi pabrik di Indonesia adalah produk premium. Tetapi permintaan produk elektronik premium di pasar Indonesia tak terlalu besar. Misalnya, lemari es premium yang hanya memberikan kontribusi sekitar 5% dari total penjualan lemari es di Indonesia.
Kendati kontribusi secara kuantitas masih terbilang kecil, namun Rudyanto menjelaskan pengaruh dari penjualan produk premium itu cukup besar bagi para produsen yang memang mengimpor barang jadi itu dari pabrik di luar negeri.
Hal ini karena margin produk elektronik premium sangat besar. "Untung dari jual satu kulkas premium bisa setara dengan keuntungan jual sebelas kulkas biasa," kata Rudyanto.
Masih menunggu
Andry Siswandi, Kepala Divisi AC PT LG Electronics Indonesia bilang, LG lebih memilih menunggu revisi Permendag Nomor 39 Tahun 2010 itu kelar sebelum menentukan langkah yang akan diambil perusahaan.
Alasannya, jika aturan itu benar diterapkan maka LG terancam akan kehilangan produk pendingin ruangan. Asal tahu saja, kategori air conditioner (AC) memberikan kontribusi 15% terhadap total penjualan LG di Indonesia. Andry menambahkan, 100% produk AC dari LG masih di impor dari Thailand dan Korea Selatan. "Produk elektronik lain sudah dibuat di sini," katanya.
Berbeda dengan yang lain, PT Sharp Electronics malah berniat untuk membuka pabrik baru di Indonesia. Pabrik baru ini untuk memproduksi mesin cuci front load yang saat ini masih impor.
Franz Wibowo, Product Manager Marketing Sharp bilang, sebagai barang premium, salah satu produk yang masih banyak didatangkan dari luar negeri dalam bentuk utuh adalah mesin cuci front load. Dia mengungkapkan, kontribusi mesin cuci front load impor ini bisa mencapai 25% dari total penjualan produk mesin cuci Sharp.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan tengah merevisi Permendag 39 setelah aturan tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News