kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Impor elektronik dan ponsel China merajalela


Senin, 20 Februari 2012 / 03:41 WIB
Impor elektronik dan ponsel China merajalela
ILUSTRASI. Promo JSM Yogya Supermarket 26-28 Februari 2021 menawarkan produk-produk segar kebutuhan harian.


Reporter: Sofyan Nur Hidayat | Editor: Test Test

JAKARTA. Impor produk elektronik China yang setiap tahun mengalami kenaikan sulit untuk dibendung. Apalagi pengusaha menilai berbagai kebijakan pemerintah menjadikan produksi elektronik di dalam negeri menjadi mahal dan tidak efisien.

Data sementara dari Kementerian Perindustrian menunjukan bahwa sepanjang periode 2007-2011, impor produk elektronik dari China mengalami pertumbuhan 51,4%. Impor produk elektronik China sendiri didominasi oleh notebook (laptop) dan telepon seluler yang harganya jauh lebih murah ketimbang produk sejenis dari negara lain.

Pada 2011, impor produk elektronik mencapai US$ 5,77 miliar, naik dari tahun 2010 yang sebesar US$ 5,07 miliar. Impor laptop memberi kontribusi terbesar yaitu senilai US$ 1 miliar atau naik 15,04% dari tahun sebelumnya. Sedangkan impor telepon seluler mencapai US$ 929,01 juta turun 40,79%. Namun impor produk elektronik lainnya mayoritas mengalami kenaikan seperti radio, telegraf, hardisk dan berbagai komponen komputer.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel), Ali Soebroto mengatakan lonjakan impor elektronik merupakan konsekuensi dari kerjasama ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) yang memberlakukan bea masuk 0%. Terutama untuk produk laptop dan telepon seluler, Ali mengatakan hampir semuanya memang diimpor.

Dengan belum adanya hambatan non tarif seperti safe guard dan bea masuk anti dumping, impor laptop dan telepon seluler dari China meningkat tajam. "Dengan bea masuk 0% tidak ada lagi industri di dalam negeri yang bisa lahir dan tumbuh," kata Ali, Minggu (19/2).

Di sisi lain, biaya produksi di dalam negeri terus mengalami peningkatan. Hal itu disebabkan oleh sejumlah kebijakan pemerintah seperti pengecualian kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) dalam fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP), aturan kawasan berikat dan kenaikan UMK yang terlalu tinggi. Dengan biaya produksi yang mahal, maka memproduksi elektronik di Indonesia dianggap tidak efisien. Hal itu akan semakin mendorong lonjakan impor dari China.

Ag Rudyanto, Ketua Electronic Marketer Club (EMC) menilai keunggulan produk elektronik China, karena pabrik di China bisa memenuhi permintaan produk dengan kualitas tertentu dengan harga murah. "China didukung dengan jumlah penduduk yang besar dan tenaga kerja murah," ujar Rudyanto.

Sebagai negara industri, Rudyanto mengatakan industri China didukung dengan berbagai insentif dan infrastruktur yang bagus. Mereka juga mampu melakukan alih teknologi secara cepat. Proses itu menurutnya sudah dibangun sejak lama dan sekarang China telah menikmati hasilnya.

Jika Indonesia ingin memiliki industri elektronik yang maju, Rudyanto bilang, sektor penyangga industri harus kuat yang didukung dengan industri komponen dan bahan baku. Pemerintah juga harus bersinergi dengan investasi yang sudah ada dan memanfaatkan sumber daya alam dan jumlah penduduk yang besar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×