kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.905.000   17.000   0,90%
  • USD/IDR 16.309   -54,00   -0,33%
  • IDX 7.061   -114,64   -1,60%
  • KOMPAS100 1.025   -19,37   -1,86%
  • LQ45 797   -17,73   -2,18%
  • ISSI 224   -1,74   -0,77%
  • IDX30 416   -9,86   -2,31%
  • IDXHIDIV20 495   -13,90   -2,73%
  • IDX80 115   -2,18   -1,86%
  • IDXV30 119   -1,98   -1,65%
  • IDXQ30 136   -3,15   -2,26%

Ketergantungan Indonesia pada Energi Fosil Masih Terus Berlanjut Hingga 2035


Jumat, 30 Mei 2025 / 17:53 WIB
Ketergantungan Indonesia pada Energi Fosil Masih Terus Berlanjut Hingga 2035
ILUSTRASI. Salah satu langkah strategis yang dilakukan PLN adalah pada 2030 akan mulai mengganti pembangkit-pembangkit tua yang subcritical. Selain itu, melaksanakan program co-firing di PLTU, meningkatkan keberhasilan COD PLTP dan PLTA yang besar kontribusinya terhadap bauran energi.


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penambahan kapasitas dari gas dan batubara dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034 menurut Indonesian Center for Renewable Energy Studies (ICRES) menunjukkan bahwa ketergantungan pada energi fosil masih akan berlanjut hingga 2035, walaupun adanya penambahan kapasitas energi terbarukan.

Chairman ICRES, Surya Darma menilai, idealnya, untuk mencapai Net Zero Emmision (NZE), RUPTL seharusnya fokus pada penghentian proyek energi fosil baru dan percepatan pensiun dini pembangkit yang sudah ada, sambil mendorong investasi besar-besaran pada energi terbarukan.

"Masih adanya energi fosil dalam RUPTL berpotensi memengaruhi peluang investasi di sektor Energi Baru Terbarukan (EBT), meskipun target investasi EBT dari IPP lebih dari seribu triliun," ungkap Surya, Jumat (30/05).

Menurutnya, investor bisa saja melihat bahwa pemerintah Indonesia belum sepenuhnya serius dalam transisi energi, sehingga risiko investasi di EBT bisa terasa lebih tinggi dibandingkan jika ada komitmen penuh pada dekarbonisasi.

Baca Juga: Batubara dan Gas Masih Ada dalam RUPTL 2025-2034, Celios: Investor Bakal Kebingungan

"Dengan adanya penambahan kapasitas fosil, akan ada kompetisi dalam sistem kelistrikan. Jika pasokan listrik dari fosil masih dominan atau harga listriknya lebih kompetitif, ini bisa mengurangi daya tarik proyek EBT yang mungkin memiliki biaya awal lebih tinggi atau fluktuasi produksi," tambahnya.

Disisi lain, pengamat ekonomi energi dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Yayan Satyakti mengakui bahwa perkembangan EBT di Indonesia masih 'tertatih-tatih' namun meninggalkan batubara juga bukan menjadi jawaban apalagi sudah banyak sumberdaya yang diekstraktif.

"Pemanfaatan batubara untuk kebutuhan dalam negeri, karena sumberdaya yang sudah diekstratif ini tidak mungkin di jual secara raw material tetapi harus menciptakan nilai tambah.  Sementara nilai tambah (batubara) saat ini memang hanya untuk PLTU selain dimungkinkan untuk DME," ungkap dia.

Transmisi dan Jaringan Listrik jadi Kunci Pengembangan Pembangkit EBT

Yayan menambahkan, permasalah EBT di dalam negeri disebabkan PLN tidak memiliki infrastruktur yang kuat untuk menghubungkan renewable ke baseload, bahkan untuk intermitten pun dinilainya masih relatif sulit.

"Jadi alangkah baiknya jika PLN melakukan standarisasi teknologi di luar ongrid  atau diluar sistem yang terhubung langsung ke jaringan PLN dan penguatan kelembagaannya," kata dia.

Baca Juga: Genjot Investasi dan Serapan Tenaga Kerja, PLN Siap Jalankan RUPTL 2025-2034

Sebagai offtaker jasa energi di Indonesia, Yayan menekankan bahwa PLN punya tugas untuk melakukan standarisasi tersebut.

"Sehingga PLN harus memperkuat sistem kelembagaan offgrid untuk meningkatkan kualitas layanan dan reliabilitas EBT di luar ongrid supaya EBT kita bisa berkembang," tambahnya.

Masalah transmisi sebenarnya sudah disinggung oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sejak tahun lalu, menurut Bahlil, salah satu penyebab tidak tercapai bauran EBT di tahun 2025 adalah karena masih belum tersedianya infrastruktur yang menghubungkan lokasi potensi EBT dengan konsumen.

“Sumber sumber energi baru terbarukan kita itu besar namun jaringannya yang belum terkonek. contoh energi baru terbarukannya ada di Riau tetapi jaringan listriknya yang belum ada disana untuk menghubungkan,” ungkap Bahlil disela pembukaan The 10th Indonesia International Convention & Exhibiton (IIGCE), Rabu (18/9).

Baca Juga: PLN Capai 86% Target Pembangkit EBT dalam RUPTL 2021-2030, Ini Rinciannya

Adapun, dalam keterangan terbaru, Bahlil mengatakan pemerintah tengah menyiapkan pembangunan infrastruktur listrik hingga menyentuh ke wilayah-wilayah terpencil di Indonesia.

Transmisi sepanjang 47.758 kilometer sirkuit (kms) akan dibangun secara bertahap dalam satu dekade mendatang.

"Kita harusnya target (EBT) 23%, sekarang baru 15-16%. Kita semua sudah programkan EBT, tetapi ternyata tidak ada jaringannya. Ini yang membuat masalah besar," ungkap Bahlil.

Jaringan transmisi akan menghubungkan listrik dari pembangkit EBT ke gardu induk milik PLN, kemudian akan disalurkan melalui jaringan distribusi ke pelanggan atau end user.

Baca Juga: Pemerintah Target Tambah Kapasitas Pembangkit Listrik 69,5 GW dalam RUPTL 2025–2034

Selanjutnya: Mira Wibowo, Tiga Dekade di Dunia Finansial, Kini Menakhodai Indodana

Menarik Dibaca: Ini 10 Kereta Api Favorit Penumpang Selama Libur Panjang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×