Reporter: Venny Suryanto | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Agus Parmuji menambahkan, perlindungan akan komoditas tembakau nasional harus terus diperhatikan. Jika semakin banyak pabrik rokok khususnya golongan kecil dan menengah gulung tikar, maka serapan terhadap komoditas tembakau juga semakin berkurang.
“Bagaimana dengan nasib komoditas tembakau dalam negeri serta kelangsungan petani-petani tembakau. Dibutuhkan aturan yang jelas dan tidak berubah-ubah agar tidak mengancam usaha skala kecil-menengah dan tentunya para petani tembakau,” tutur Agus.
Baca Juga: Pekerja minta hilangkan diskriminasi bagi buruh terdampak COVID-19
Keragaman pabrik hasil tembakau di Indonesia diakui dan dirangkum jelas di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai tarif cukai hasil tembakau.
Dalam aturan ini, disebutkan ketegori pabrikan tembakau di Indonesia berdasarkan jenis rokok, yaitu Sigaret Kretek Mesin (SKM), Sigaret Putih Mesin (SPM), dan Sigaret Kretek Tangan (SKT), kelas pabrikan berdasarkan jumlah produksi setiap tahunnya, serta Harga Jual Eceran (HJE) dari produk rokok yang dihasilkan.
Dari aturan tersebut tergambar jelas bahwa di Indonesia terdapat jenis pabrikan yang berbeda-beda tergantung kapasitas produksi mereka. Atas dasar itu pula, Pemerintah menetapkan tarif cukai yang berbeda. Oleh karenanya, Agus menekankan, pentingnya untuk memastikan bahwa pembagian kategori itu tetap sebagaimana mestinya agar mampu menjaga eksistensi komoditas tembakau nasional.
Baca Juga: Ada insentif triliunan untuk perusahaan rokok, ini kata GAPPRI
Terlebih, hal ini menyangkut sumber mata pencaharian sekitar tiga juta petani dan menghidupkan sekitar 245.371 hektar lahan. “Demi melindungi para petani tembakau yang sangat bergantung pada kelangsungan bisnis industri rokok di Indonesia, pemerintah perlu menyusun kebijakan yang stabil terhadap IHT di masa depan tanpa perlu terus mengubah yang sudah ada,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News