Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menyambut positif upaya pemerintah untuk ikut menjajaki perluasan pasar ekspor batubara. Hal ini dinilai penting di tengah pelemahan pasar ekspor serta ketergantungan terhadap China dan India sebagai pasar utama.
Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia mengungkapkan, dengan adanya pandemi covid-19 yang berimbas pada pembatasan atau karantina wilayah di China dan India, telah berpengaruh besar terhadap tekanan permintaan batubara selama kuartal I 2020. Sebab, China dan India sangat signifikan, lantaran kedua negara itu memegang porsi sekitar 60% dari ekspor batubara Indonesia.
Selain itu, pasar ekspor batubara Indonesia lainnya, yakni Filipina juga menerapkan kebijakan serupa. "Pergerakan batubara Indonesia sangat terdampak dengan adanya karantina wilayah di tiga negara itu, yang berkontribusi terhadap 65% dari total ekspor batubara Indonesia," jelas Hendra kepada Kontan.co.id, Kamis (11/6).
Baca Juga: Perhatian! Kontrak emiten tambang jumbo BUMI, ADRO, dan INDY segera berakhir
Dengan kondisi itu, realisasi ekspor batubara Indonesia pun merosot secara volume, juga secara nilai karena Harga Batubara Acuan (HBA) yang terus terkikis. Sebagai informasi, berdasarkan data dari Kementerian ESDM, realisasi ekspor batubara hingga Mei 2020 mencapai 175,15 juta ton dari prognosa volume ekspor sebanyak 435 juta ton di 2020. Angka dari realisasi hingga Mei itu setara dengan US$ 7,77 miliar.
Sedangkan merujuk pada data APBI, realisasi ekspor batubara pada Mei tahun 2019 lalu menembus 193,82 juta ton. "Ada selisih sekitar 18,6 juta ton. Hal ini dikarenakan kebutuhan dan perdagangan batubara di pasar internasional diproyeksikan menurun seiring pandemi corona," sebut Hendra.
Oleh sebab itu, Hendra menyambut baik jika pemerintah ikut menjajaki perluasan pasar ekspor ke beberapa negara berkembang lain seperti Vietnam, Bangladesh, dan Pakistan. Menurutnya, di tengah pelemahan permintaan ekspor seperti sekarang, penjajakan untuk perluasan pasar positif untuk meningkatkan potensi penjualan.
"Dan lagi penguatan kurs rupiah seharusnya dapat menjadi sentimen positif bagi pebisnis batubara. Itu adalah salah satu indikator penting bahwa perekonomian nasional sudah berangsur pulih. Hal tersebut memberi optimisme bagi pelaku usaha di tengah kondisi pandemi," terang Hendra.
Baca Juga: Kontrak tambang batubara Group Bakrie habis November 2020 dan Desember 2021
Sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi mengungkapkan, Indonesia tengah melakukan penjajakan untuk melakukan ekspor ke beberapa negara berkembang. Menurutnya, penjajakan pasar ekspor batubara dilakukan ke negara-negara berkembang lainnya seperti Vietnam, Banglades, dan Pakistan.
"Selain itu, akan melakukan peningkatan efisiensi rantai suplai batubara negara importir batubara serta melakukan direct contract atau direct shipping ke negara-negara importir," kata Agung dalam keterangan tertulisnya, Rabu (10/6).
Dihubungi terpisah, Ketua Indonesia Mining Institute Irwandy Arief menilai, diversifikasi pasar agar tidak tergantung pada dua negara menjadi sangat diperlukan. Tak hanya pada saat pandemi covid-19, namun secara jangka menengah dan panjang, penjajakan pasar baru dibutuhkan bagi bisnis batubara Indonesia.
Apalagi, jika selepas masa pandemi ini, sejumlah negara memilih kebijakan yang mengarah pada deglobalisasi atau mengutamakan produk dan kemanan nasionalnya. "Jadi peluang (perluasan) pasar, harus terus dijaga," imbuh Irwandy.
Baca Juga: Pasar batubara masih menantang, dua emiten tambang ini belum berencana revisi RKAB
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News