kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Kinerja Industri Petrokimia Terpapar Kenaikan Harga Minyak dan Serbuan Produk Impor


Rabu, 13 September 2023 / 20:43 WIB
Kinerja Industri Petrokimia Terpapar Kenaikan Harga Minyak dan Serbuan Produk Impor
ILUSTRASI. Fasilitas produksi Petrokimia Gresik. Kinerja Industri Petrokimia Terpapar Kenaikan Harga Minyak dan Serbuan Produk Impor.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Industri petrokimia nasional sedang diterpa tekanan seiring kenaikan harga minyak mentah dunia dalam beberapa waktu terakhir.

Mengutip Bloomberg, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) berada di level US$ 89,29 per barrel pada Rabu (13/9) pukul 17.30 WIB. Padahal, harga minyak WTI pada akhir semester I-2023 masih berada di level US$ 70,64 per barrel. Artinya, harga minyak telah melonjak 26,40% sepanjang kuartal III-2023 berjalan.

Sejalan dengan itu, harga bahan baku petrokimia seperti nafta juga ikut melonjak. Dikutip Trading Economics, harga nafta berada di level US$ 702,43 per ton pada Rabu (13/9) atau naik 31,31% dibandingkan harga komoditas tersebut pada 30 Juni 2023 yakni US$ 534,94 per ton.

Baca Juga: Tinjau Pembangunan Industri Petrokimia di Cilegon, Jokowi: Progres Capai 73%

Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono menyatakan, lonjakan harga komoditas minyak mentah jelas membuat biaya produksi petrokimia membengkak.

Di atas kertas, ketika biaya produksi naik dan harga bahan baku mahal, seyogianya produsen petrokimia akan melakukan penyesuaian harga jual ke pelanggan. Tetapi, faktanya tidak mudah bagi produsen petrokimia untuk menerapkan kebijakan tersebut.

Ada kekhawatiran para pelaku usaha kesulitan bersaing karena banyak produk hilir petrokimia impor yang membanjiri pasar domestik.

Hal ini imbas dari perlambatan ekonomi global, khususnya China, yang membuat produk hasil industri petrokimia di sana sulit terserap. Indonesia pun menjadi sasaran ekspor produk petrokimia China.

Baca Juga: Investasi Sektor Riil Menggeliat, Kinerja Emiten Kawasan Industri Mencuat

"Sebenarnya permintaan produk industri petrokimia di Indonesia masih stabil, tetapi memang saat ini suplainya terlalu banyak karena ada produk-produk impor," ungkap Fajar, Rabu (13/9).

Lantas, para produsen petrokimia dituntut lebih efisien dalam hal operasional bisnis. Pihak produsen juga harus lebih selektif dalam mencari konsumen demi meningkatkan margin laba di tengah maraknya produk impor di pasar. Tidak hanya itu, Inaplas telah meminta pemerintah untuk menerapkan kebijakan anti dumping terhadap produk-produk impor hasil industri petrokimia.

Lebih lanjut, Inaplas memperkirakan pertumbuhan penjualan industri nasional berada di kisaran 4% sampai akhir 2023. Tahun lalu, kinerja penjualan industri petrokimia nasional tumbuh 4,2%. "Kebutuhan produk hasil petrokimia masih tinggi di Indonesia, terutama untuk industri kemasan," tandas Fajar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×