Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menghadapi era Revolusi Industri 4.0, Kementerian Kelautan dan Perikanan mendorong kolaborasi antara teknologi finansial (fintech) dan startup untuk meningkatkan industri akuakultur agar bisa bersaing dalam perdagangan global.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto menyatakan, industri 4.0 menjadi ajang sekaligus tantangan bagi sub sektor akuakultur mengenai bagaimana menciptakan sistem akuakultur yang efisien berbasis digitalisasi teknologi.
“Melalui kerja sama antar berbagai pihak, terlebih peran dari startup ini, maka bisnis akuakultur ke depan akan mampu berdaya saing dan tidak ketinggalan dari sektor-sektor lainnya dalam pemanfaatan teknologi digital, dan sudah barang tentu akan mendorong percepatan pemanfaatan potensi ekonomi sumber daya akuakultur bagi kemajuan perekonomian secara nasional,” terang Slamet dalam rilis yang diterima Kontan.co.id, Rabu (29/8).
Sejumlah perusahaan yang sudah ada seperti startup InFishta, Crowde, dan Venambak yang mengembangkan financial technology (Fintech) seperti pengembangan model crowfunding bagi berbagai pembiayaan usaha akuakultur, dengan model ini diharapkan akan menarik lebih banyak investasi, di sisi lain tentunya akan membantu pembudidaya untuk scale up atau meningkatkan kapasitas usahanya.
Ada juga startup E-Fishery yang mengembangkan teknologi peralatan atau sarana budidaya seperti automatic feeder yang mengembangkan teknologi feeder otomatis berbasis android. Dengan teknologi ini, maka kegiatan budidaya akan lebih efisien dan efektif baik waktu, tenaga maupun biaya karena mampu menurunkan FCR.
Slamet juga menyatakan KKP merencanakan transformasi industrialisasi akuakultur di era industri 4.0 menuju otomatisasi dan digitalisasi. Transformasi tersebut rencananya akan meliput: (1) transformasi dari berorientasi pada eksploitasi sumber daya alam (SDA) menuju efisiensi SDA, jasa dan peningkatan nilai tambah dan produktivitas.
(2) transformasi dari penggunaan unskilled tenaga kerja menuju penciptaan lapangan kerja yang benar-benar diperuntukkan bagi SDM terlatih sedangkan lapangan kerja untuk unskilled tenaga kerja dapat berkurang, dan (3) transformasi dari kondisi akses pasar yang terbatas dan daya saing produk yang rendah menuju akses pasar yang terbuka luas (hyper koneksi), berdaya saing tinggi dan manajemen yang efisien.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News