Reporter: Fitri Nur Arifenie |
JAKARTA. Pembangkit Listrik Tenaga Air Asahan I harus melakukan audit lingkungan terlebih dahulu sebelum beroperasi kembali. Untuk kepentingan audit ini, membutuhkan waktu sekitar dua bulan. Dus, PLTA Asahan I baru bisa beroperasi pada bulan Agustus 2010 mendatang.
Deputi Bidang Tata Lingkungan Kementrian Lingkungan Hidup, Hermien Rosita mengatakan, PLTA Asahan I sudah mengantongi dokumen Usaha Kelola Lingkungan dan Usaha Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL), Hanya saja, dengan adanya peraturan baru, maka PTLA Asahan I harus memperbarui dokumen lingkungan yaitu dokumen Amdal.
Izin lingkungan UKL-UPL sudah dikantongi PLTA Asahan I sejak tahun 1998. Karena selama tiga tahun tidak diperbarui, maka izin itu dinyatakan batal. Selain itu, PLTA Asahan I juga belum memiliki izin Amdal sehingga mau tak mau harus melakukan audit lingkungan.
Hermien bilang, audit lingkungan tersebut tak ubahnya dengan perizinan Amdal. Perbedaannya, audit lingkungan bertujuan untuk melihat apa yang sudah terjadi karena Asahan I sudah beroperasi. Sementara itu, Amdal bertujuan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan adanya proyek tersebut.
“Setelah mereka melakukan audit lingkungan, nanti kita evaluasi baru kita keluarkan izin Amdal-nya dan PLTA Asahan I bisa beroperasi lagi,” lanjut Hermien.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup, Gusti Muhammad Hatta telah mengirimkan surat kepada Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh untuk melarang pengoperasian PLTA Asahan I sebelum audit lingkungan terhadap pembangunan pembangkit itu diselesaikan.
Audit lingkungan tersebut dibutuhkan karena dalam pembangunannya, pembangkit dengan kapasitas 2x90 Megawatt itu belum memiliki dokumen Amdal. Kementerian LH sendiri juga sudah meminta kepada PT Badzra Daya Swarna Utama sebagai pemilik PLTA untuk segera melakukan audit.
Untuk diketahui, PLTA Asahan 1 dengan kapasitas 2x90 MW tersebut akan mulai dioperasikan dalam waktu dekat ini. Proyek ini dikelola oleh PT Badzra Daya dengan China Huadian Corporation (CHD) mulai akhir Desember 2006. Proyek senilai US$ 200-300 juta itu diharapkan dapat memperkuat pasokan listrik di wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News