Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. PT Koba Tin, anak perusahaan dari produsen timah terbesar kedua dunia akan melakukan usaha arbitrase internasional jika pemerintah Indonesia menolak memperpanjang izin beroperasi tambang mereka.
Demikian informasi yang disampaikan oleh pejabat eksekutif perusahaan induk di Malaysia. Sebelumnya, Indonesia telah membuat kebijakan untuk lebih banyak mengawasi sumber daya alamnya, mulai dari batubara, emas termasuk timah.
Perselisihan dengan Koba Tin terjadi setelah pemerintah memutuskan tidak akan memperpanjang izin tambangnya. Negara berniat untuk memberikan pengelolaan tambang di Bangka-Belitung dan Sumatera di bawah bendera PT Timah. Sementara itu, PT Timah juga pemegang saham minoritas di Koba Tin .
"Menurut ketentuan, Koba Tin berhak melakukan perpanjangan kontrak kedua 10 tahun sampai 2023, " kata Mohammad Ajib Anuar, chief executive Malaysia Smelting Corp Bhd (MSC ) kepada Reuters.
"Sebagai investor asing dengan investasi yang signifikan di PT Koba Tin, MSC meminta perlakuan yang adil dari Indonesia," kata Ajib. Maka itu, dia mengatakan, Koba Tin akan mengajukan arbitrase di Singapura .
Sementara itu, Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa mengatakan, pihaknya akan mengevaluasi operasi Koba Tin yang telah direkomendasikan tidak diperpanjang. " Jika mereka (Koba Tin) ingin pergi untuk arbitrase , itu adalah hak mereka," kata Rajasa.
Menurut analis, MSC memiliki 75% saham di Koba Tin dan telah membangun smelter dan fasilitas pengerukan senilai US$ 60 juta. Mohammad Ajib mengatakan, ketidakpastian izin dan pertambangan ilegal membuat bisnis mereka turun 70% tahun lalu menjadi 1.901 ton.
Sementara itu, pejabat Indonesia menyatakan, Koba Tin tidak memberikan kontribusi pendapatan yang cukup untuk perekonomian bangsa. Padahal, Koa Tin merupakan eksportir timah terbesar kedua setelah PT Timah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News