kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.774.000   15.000   0,85%
  • USD/IDR 16.505   -25,00   -0,15%
  • IDX 6.258   -123,50   -1,94%
  • KOMPAS100 886   -22,04   -2,43%
  • LQ45 692   -18,18   -2,56%
  • ISSI 198   -4,07   -2,02%
  • IDX30 362   -8,54   -2,31%
  • IDXHIDIV20 438   -7,77   -1,74%
  • IDX80 100   -2,74   -2,66%
  • IDXV30 107   -0,87   -0,81%
  • IDXQ30 119   -2,62   -2,16%

Kolaborasi dan Transparansi, Kunci Masa Depan Energi yang Berkelanjutan


Jumat, 21 Maret 2025 / 20:54 WIB
Kolaborasi dan Transparansi, Kunci Masa Depan Energi yang Berkelanjutan
ILUSTRASI. Kontan - PT Pertamina (Persero) Kilas Online


Reporter: Tim KONTAN | Editor: Ridwal Prima Gozal

KONTAN.CO.ID - Di tengah ramainya isu korupsi bahan bakar di PT Pertamina Patra Niaga, ekonom melihat kasus ini dapat memperburuk citra badan usaha milik negara (BUMN) ke depannya. Pertamina yang selama ini dikenal sebagai salah satu perusahaan besar di bidang energi sedang dilanda kasus korupsi.

Masalah yang berlarut dapat membuat citra Pertamina semakin buruk. Oleh karena itu, butuh ketegasan dari pemangku kepentingan dalam mengembalikan nama baik Pertamina.

“Konsumen masih ragu membeli BBM dari Pertamina. Ini harus segera diselesaikan agar kepercayaan publik pulih," kata ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra Talattov, pada diskusi KOMPAS.com TALKS berjudul "Megakorupsi Tata Kelola Minyak: Jangan Hanya Ganti Pemain" di Menara Kompas, Kamis (20/3/2025).

Berdasarkan catatannya, saat kasus Pertamina muncul ke media, penjualan RON 92 (Pertamax) turun 5% di hari pertama. Kemudian berlanjut hingga minggu ke-2 turun mencapai 16%.

Pemerintah dan DPR dinilai perlu menjaga nama baik Pertamina agar ekosistem industri minyak dan gas (migas) Indonesia tetap terjaga. Karena, menurut Abra, bila kasus ini berlarut dapat menyebabkan makro ekonomi terhambat, khususnya investasi di sektor migas.

“Dari sisi komunikasi, sejak awal saya memberikan masukan bahwa tidak cukup hanya Pertamina sendiri yang mengklarifikasi. Perlu ada pihak independen atau bahkan dari Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, kemudian DPR dalam proses menenangkan masyarakat,” sambung Abra.

Selain itu, penegakan hukum tetap berjalan supaya publik memiliki kepercayaan soal transparansi tata kelola Pertamina. Menurutnya, kalau kasut ini diusut tuntas dan membuktikan tata kelola yang transparan, konsumen dapat kembali membeli bahan bakar di Pertamina.

Kejaksaan Agung pun memastikan kasus ini akan diselesaikan secara menyeluruh. Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (RI) Pujiyono Suwadi menjelaskan kasus ini bisa saja merembet ke banyak tersangka baru. Oleh karenanya, Kejaksaan Agung akan mendalami kasus ini secara rinci.

“Ketika kasus ini mencuat, kita apresiasi Pidsus dan dukung sebagai penegakan hukum mafia gas di Indonesia,” ujar Pujiyono.

Penegakan ini juga sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas korupsi. Untuk itu, Kejaksaan Agung akan fokus menyelesaikan kasus di dalam Pertamina tanpa mematikan usaha atau bisnisnya.

Anggota Komisi III DPR Rudianto Lallo memberikan dukungan untuk pemberantasan korupsi oleh Kejaksaan Agung. Komisi III DPR menyoroti kasus ini agar tetap murni secara hukum tanpa menarget atau melindungi orang tertentu.

Ia memastikan, Komisi III DPR akan terus mengawali kasus ini agar tidak viral di awal saja. “ “Kita harapkan agar setiap pengungkapan kasus korupsi betul-betul murni motifnya hukum. betul-betul memberantas korupsinya dan diluruskan. Jangan kemudian kesannya sensasional dan bombastis di awal,” kata Rudianto.

Boleh Blending

Dalam forum yang sama, Ahli Bahan Bakar dan Pelumas ITB Dr. Ing. Ir. Tri Yus Widjajanto Zaenuri menjelaskan mem-blending itu boleh. Akan tetapi, perlu mendapat izin dari lembaga berwenang seperti Kementerian ESDM. Jika mendapat izin, kemudian akan dilakukan asesmen untuk memastikan proses produksi aman.

“Peralatan yang dipergunakan itu bisa menjamin keamanan. Tidak membahayakan kesehatan dan tidak membahayakan masyarakat di sekitarnya,” tegas Tri.

Dalam dunia bahan bakar, lanjut Tri, blending adalah hal wajar. Bahan bakar yang masyarakat gunakan sekarang merupakan hasil blending.

Prosesnya, setiap kilang minyak memiliki bahan bakar utuh. Kemudian, dari kilang itu dicampur dengan bahan bakar atau zat lain untuk mencapai standar jenis bahan bakar yang sudah ditentukan, misalnya menjadi standar Pertalite, Pertamax, atau Pertamax Turbo.

“Karena sudah ada ketentuan terkait spesifikasi bahan bakar tertentu. Maka kilang akan membuat atau mencampurkan Nafta untuk memenuhi standar. Kalau sudah terpenuhi, kilang akan melepaskan produk dan bahan bakar mendapat sertifikasi,” sambung Tri.

Sedangkan oplosan, frasa yang digunakan Kejaksaan Agung, mengacu pada kegiatan yang negatif. Bahkan Tri menyebut oplosan sebagai cara primitif karena menggabungkan banyak zat tanpa takaran dan dilakukan bukan oleh profesional.

“Dilakukan secara manual. Beda sama cara blending yang pakai mesin otomatis,” sambung Tri.

Selanjutnya: Emiten Grup Prajogo Kompak Gelar Buyback Saham Tanpa RUPS, Simak Prospek Kinerjanya

Menarik Dibaca: Denpasar Diguyur Hujan Hampir Seharian, Simak Cuaca Besok di Bali

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×