kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.234.000   12.000   0,54%
  • USD/IDR 16.649   -57,00   -0,34%
  • IDX 8.061   -62,18   -0,77%
  • KOMPAS100 1.116   -6,99   -0,62%
  • LQ45 794   -8,46   -1,05%
  • ISSI 281   -0,59   -0,21%
  • IDX30 416   -5,26   -1,25%
  • IDXHIDIV20 474   -4,96   -1,04%
  • IDX80 123   -1,09   -0,88%
  • IDXV30 132   -1,66   -1,24%
  • IDXQ30 131   -1,19   -0,90%

Komnas Pengendalian Tembakau Desak Menkeu Batalkan Keputusan Tak Naikkan Cukai Rokok


Selasa, 30 September 2025 / 17:43 WIB
Komnas Pengendalian Tembakau Desak Menkeu Batalkan Keputusan Tak Naikkan Cukai Rokok
ILUSTRASI. Penjualan rokok di minimarket Jakarta, Senin (15/4/2024). Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) mencatat pembelian pita cukai awal tahun 2024 menurun drastis jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, disebabkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) 10% di tahun ini. (KONTAN/Carolus Agus Waluyo)


Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2026 menuai kritik keras dari kelompok masyarakat sipil.

Sekretaris Jenderal Komnas Pengendalian Tembakau, Tulus Abadi, menilai langkah tersebut bertentangan dengan mandat undang-undang sekaligus membahayakan kesehatan publik.

Menurut Tulus, fungsi cukai tidak hanya menambah penerimaan negara, melainkan juga sebagai instrumen pengendalian konsumsi. 

“Membiarkan cukai rokok tidak naik sama saja memfasilitasi pembunuhan masyarakat secara sistematis. WHO mencatat rokok menyebabkan 263 ribu kematian per tahun di Indonesia,” ujarnya dalam konferensi pers daring, Selasa (30/9/2025).

Tulus menyebut keputusan Menkeu Purbaya sebagai bentuk “sesat pikir” baik secara normatif maupun empiris.

Baca Juga: Kemenkeu Tidak Naikkan Cukai Rokok di 2026, Begini Respons Komisi XI DPR

Ia menegaskan, Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 tentang cukai jelas memandatkan tarif cukai rokok sebesar 57% dari harga jual, sedangkan implementasinya baru mencapai 38%–42%. 

“Indonesia bahkan masih jauh dari standar internasional 75% sesuai FCTC. Ini mestinya dipahami seorang Menkeu,” tegasnya.

Ia juga mengkritik keras pertemuan Menkeu dengan perwakilan industri rokok dari GAPPRI, termasuk PT Djarum, PT Gudang Garam Tbk, dan PT Wismilak Inti Makmur Tbk, sebelum keputusan itu diumumkan. 

“Interferensi industri rokok di Indonesia sangat tinggi, skor 84,5 tertinggi di dunia. Pertemuan itu memalukan dan menunjukkan konflik kepentingan,” kata Tulus.

Dalih pemerintah bahwa kenaikan cukai mendorong maraknya rokok ilegal juga dianggap tidak logis. Menurutnya, masalah sebenarnya terletak pada lemahnya penegakan hukum. 

“Di banyak negara, termasuk Inggris, cukai tinggi tidak otomatis memperbesar peredaran rokok ilegal jika penegakan hukum berjalan efektif,” jelasnya.

Baca Juga: Menkeu Sebut Cukai Rokok Tahun Depan Tidak Naik, Industri Minta Moratorium 3 Tahun

Tulus menambahkan, peredaran rokok ilegal justru merugikan semua pihak: negara kehilangan penerimaan, industri menghadapi persaingan tidak sehat, sementara masyarakat mengonsumsi produk berbahaya tanpa informasi kandungan. 

“Menteri seharusnya tegas memberantas rokok ilegal, bukan malah membatalkan kenaikan cukai,” tegasnya.

Koalisi pengendalian tembakau pun menyampaikan sejumlah tuntutan kepada pemerintah. 

Pertama, membatalkan keputusan tidak menaikkan tarif cukai 2026 serta menyesuaikan kenaikan minimal 25% per tahun sesuai rekomendasi WHO. 

Kedua, melakukan reformasi struktural berupa penyederhanaan golongan cukai, mendekatkan jarak tarif antar golongan, menghapus diskon, dan menetapkan harga jual eceran (HJE) tinggi agar rokok semakin tidak terjangkau. 

Ketiga, menerapkan kebijakan multi-tahun untuk CHT demi memastikan komitmen perlindungan rakyat dari produk tembakau tanpa dinamika dan tekanan industri. 

Keempat, menghentikan konflik kepentingan dengan industri rokok.

“Kebijakan fiskal yang berdampak langsung pada kesehatan publik seharusnya melibatkan pakar kesehatan, bukan hanya pelaku industri,” pungkas Tulus.

Baca Juga: Menkeu Purbaya Mendapat Aksi Protes dari Masyarakat Usai Batal Naikkan Cukai Rokok

Selanjutnya: Indonesia Diperkirakan Catatkan Inflasi 2,4% - 2,6% Pada September 2025

Menarik Dibaca: IHSG Berakhir di Zona Merah, Ditutup Turun 0,77% (30/9)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×