Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konflik di Laut Merah berpotensi berdampak pada distribusi komoditas impor ke Indonesia.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, impor yang terganggu meliputi impor minyak dan gas yang berasal dari negara timur tengah.
Kemudian, impor bahan baku plastik atau yang terkait dengan industri petrokimia, minyak nabati baik minyak zaitun, hingga minyak biji bunga matahari.
Serta, komoditas yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan proses industri lebih lanjut akan mengalami gangguan dengan biaya logistik dan asuransi yang lebih mahal.
Baca Juga: Konflik di Laut Merah, GPEI: Biaya Logistik Ekspor Naik 10%
"Meskipun sejauh ini dampak konflik laut merah ke harga minyak mentah relatif terbatas. Begitu juga dengan harga minyak nabati seperti sunflower oil yang terkoreksi 27% year on year hingga harga rapseed oil turun 17%," jelas Bhima kepada Kontan, Rabu (24/1).
Dihubungi secara terpisah, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengatakan, konflik di Laut Merah berdampak pada naiknya harga angkut ekspor ke negara negara tujuan. Seperti ke negara-negara Mediterania dan Eropa.
Benny mengakui bahwa rute pengiriman barang saat ini melalui Tanjung Harapan Afrika Selatan. Adapun, komoditas ekspor antara lain sport shoes, furniture, pakaian jadi, makanan kering, produk turunan CPO, komponen otomotif dan elektronika.
“(Biaya logistik ekspor) Mengalami kenaikan lebih dari 10%,” ujar Benny kepada Kontan, Rabu (24/1).
Selain itu, Benny mengungkapkan bahwa ketersediaan kontainer kosong untuk kepentingan ekspor semakin berkurang dan penawaran angkutan kapal laut tidak berani membuka harga lebih dari dua bulan mendatang. Sehingga kepastian pengiriman lewat laut sulit untuk dipastikan.
Baca Juga: Apa Dampak Gangguan Laut Merah Bagi Perekonomian Eropa?
“Hal ini kalau terlampau lama maka pembeli akan merubah asal import nya,” ucap Benny.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengingatkan, konflik yang terjadi di Laut Merah berpotensi untuk memberi dampak kepada kondisi perdagangan baik Indonesia maupun negara-negara lain.
Josua juga melihat dampak konflik yang terjadi akan relatif terbatas. Namun, apabila konflik dan gangguan berlangsung persisten dan berkepanjangan, akan menyebabkan dampak yang permanen. Pasalnya, konflik tersebut berpotensi untuk meningkatkan biaya logistik di dunia.
“Kalau berlangsung persisten dan berkepanjangan, akan menaikkan biaya logistik secara permanen,” jelas Josua.
Junior Research Analyst Pilarmas Investindo Sekuritas Arinda Izzaty Hafiya mengatakan, ada sejumlah faktor yang dapat mendongkrak kinerja emiten transportasi dan logistik. Antara lain pertumbuhan e-commerce, berlanjutnya pembangunan infrastruktur, serta kenaikan investasi di bidang pergudangan.
Baca Juga: Memilah Saham Transportasi dan Logistik yang Punya Prospek Apik, Cek Rekomendasi Ini
Meski begitu, ada tantangan atau risiko yang menyelimuti sektor ini. Terutama akibat efek geopolitik terkait konflik di kawasan Laut Merah.
"Bagi kapal yang menghindari Laut Merah tentu rute yang dilewati akan lebih jauh dan butuh bahan bakar lebih besar, serta pengiriman akan memakan waktu lebih lama," kata Arinda.
Analis Samuel Sekuritas Indonesia Daniel Widjaja menyoroti hal yang sama. Untuk menempuh rute alternatif, memang perlu tambahan biaya. Namun di sisi yang lain, akan ada kenaikan tarif angkutan terutama untuk kapal-kapal berjenis kargo.
Dus, emiten yang bergerak pada segmen logistik tersebut bisa mencuil peluang dari situasi ini. Meski, strategi bisnis emiten akan menjadi krusial supaya bisa menumbuhkan margin laba di tengah kenaikan pendapatan dan beban.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News