kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Konsorsium PLTGU Jawa 1 raih development fee US$ 55 juta, legal atau ilegal?


Selasa, 12 November 2019 / 15:34 WIB
Konsorsium PLTGU Jawa 1 raih development fee US$ 55 juta, legal atau ilegal?
Progres PLTGU Jawa 1 mencapai 39%


Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Lenders asing rupanya sangat berharap dananya bisa berputar di Indonesia untuk keperluan proyek pembangkit listrik. Sebagai insentifnya, Lenders memberikan development fee di depan kepada pemegang proyek pembangkit.

Informasi yang diperoleh Kontan.co.id, development fee dari Lenders itu sudah jamak diberikan dalam proyek kelistrikan. Selain sebagai cadangan bagi kas perusahaan pengembang listrik yang masih merugi di tahun awal sampai lima tahun ke depan, tetapi juga bisa mem-backup pendanaan agar proyek bisa selesai tepat waktu.

Baca Juga: Pecah Kongsi, Pertamina Mencari Pengganti Marubeni premium

Salah satu yang mendapatkan development fee untuk proyek listrik adalah PT Pertamina Power Indonesia (PPI)-Marubeni-Sojitz dengan jumlah US$ 55 juta atau setara dengan Rp 800 miliar. Asal tahu saja nilai investasi proyek PLTGU yang berada di Cilamaya, Jawa Barat ini mencapai US$ 1,8 miliar.

Ada tiga Lenders yang membiayai proyek ini, JBIC, NEXI, dan ADB. JBIC selaku pemimpin konsorsium mendanai sekitar US$ 600 juta. Lalu Asian Development Bank (ADB) sebesar US$ 303 juta. Kemudian ada Nippon Export and Investmet Insurance (NEXI) US$ 400 juta.

Selain dari lembaga pemberi pinjaman internasional, 25% pendanaan berasal dari peserta konsorsium. Adapun dana yang dibutuhkan dalam pembangunan proyek ini sebesar US$ 1,8 miliar atau sekitar Rp 24 triliun.

Jumlah development fee yang diterima konsorsium PLTGU Jawa 1 cukup besar lantaran proyek pembangkit ini merupakan pembangkit bersih memakai gas, sementara untuk pembangkit batubara yang dibiaya Landers asing tidak sebesar itu mendapatkan development fee

Baca Juga: Pertamina Power-Marubeni retak, seperti ini progres proyek listrik di Bangladesh

Namun demikian, kabarnya Direksi Pertamina tidak memperkenankan Pertamina Power-Marubeni-Sojitz menerima development fee dari JBIC karena tidak sesuai dengan Good Corporate Governance (GCG).

Pada saat dimintai konfimasi mengenai pengembalian development fee ke Lenders, Ginanjar Direkur Utama Pertamina Power menolak memberikan keterangan lebih rinci. 

"Silahkan tanyakan ke korporat. Yang jelas, pengembalian development fee akan membuat keekonomian proyek drop," ungkap dia ke Kontan.co.id, Selasa (11/12).

Ginanjar mengatakan, pemberian development fee dari Lenders ada di dalam kontrak dan legal serta memenuhi unsur GCG. Itu sebenarnya merupakan upaya kreatif para pelaku bisnis infrastruktur kelistrikan dan Lenders dalam menyiasati keekonomian proyek.

"Infrastruktur kelistrikan bukan bisnis dengan IRR luxury, namun mempunyai multiplier effect sangat signifikan terhadap perekonomian nasional," ujar dia.

Baca Juga: Pertamina-Marubeni berseteru, berikut penjelasan lengkap Dirut Pertamina Power

Djoko Rahardjo Abumanan Direktur Pengadaan Strategis 2 PT Perusahaan Listrik Negara mengatakan pihaknya tidak tahu kalau ada development fee di setiap proyek pembangkit. 

Yang ada adalah jaminan pelaksanaan dan Project Development Cost Account atas nama konsorsium di Bank di Indonesia sebesar 10% dari project. "Saya tidak tahu kalau ada development fee dari lenders," imbuh dia ke Kontan.co.id, Selasa (12/11).

Djoko mewanti-wanti pihak konsorsium yang sedang ribut urusan internal di proyek PLTGU Jawa 1 tetap memperhatikan pengerjaan proyek yang mesti tepat waktu. "Saya panggil kalau ada diley, PLN masuk. Ada pinalti juga kalau terlambat," imbuh dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×