Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Jawa 1 berkapasitas 1.760 Megawatt (MW) yang dikerjakan PT Pertamina Power Indonesia (PPI) anak usaha Pertamina memang menjadi trend-setter baru bisnis infratsrukrur kelistrikan dan energi, baik dalam hal harga, efisiensi dan kualitas proyek, maupun dalam hal model bisnis-nya.
Dengan tarif listrik 5,336 cent per kwh, proyek ini memecahkan rule of thumb investasi Independent Power Producer (IPP) yang semula mencapai US$ 1 juta per MW menjadi menjadi US$ 800.000 per MW.
Baca Juga: Kisruh PLTGU Jawa 1, Dirut PLN Sripeni Inten bertemu dengan Dirut Pertamina Power
Proyek pembangkit gas ini bahkan dianggap menjadi mercusuar bagi bisnis Pertamina yang memang sudah menjadi perusahaan energi bukan lagi perusahaan migas semata.
Namun, belakangan ini terjadi masalah antara PPI dengan Marubeni. Akarnya, ada empat pokok masalah yang terungkap ke publik melalui surat tertanggal 13 September 2019 yang ditujukan kepada Chief Audit Executive Pertamina terkait tambahan data dan informasi terkait permohonan pelaksanaan investigasi proyek PLTGU Jawa 1. Surat itu bernomor No. 116/PPI10000/2019-S0.
Akar masalahnya antara lain adalah keinginan Pertamina Power untuk berhemat sebesar US$ 1,3 miliar atau Rp 18 triliun dari berbagai hal, termasuk pembelian lahan yang memang bisa ditekan dengan harga hanya Rp 400.000-Rp 600.000 per meter persegi meski ada permintaan membeli lahan US$ 2,7 juta per meter persegi.
Baca Juga: Sempat disaksikan Jokowi, Kongsi Pertamina & Marubeni bubar di proyek IPP Bangladesh
Pertamina Power juga mentargetkan penghematan sebesar US$ 48 juta dengan cara meminimalisir bahkan menjaga untuk tidak terjadinya change order selama masa konstruksi.
Kebiasaan change order tersebut akan menekan IRR project, bahkan bisa membuat proyek menjadi tidak layak lagi. Kasus PLTGU Jawa 1 ini harus manjadi contoh dan pelajaran bagi Indonesia menangani proyek-proyek agar efisien dan tidak dijadikan moda mengambil keuntungan.
Berikut wawancara Wartawan Kontan.co.id Azis Husaini kepada Direktur Utama Pertamina Power Ginanjar yang tak sengaja bertemu di bilangan Bundaran HI kemarin.
KONTAN.CO.ID: Dengan masalah Pertamina Power-Marubeni ini apakah proyek PLTGU Jawa 1 akan tetap jalan?
GINANJAR: Saya jamin proyek berjalan lancar, progress sekarang adalah PLTGU Jawa 1 sudah 39,8% (ahead 0.2%) dan dan proyek FSRU 60,2% (ahead 0.1%). Saya sudah koordinasi dengan Samsung dan GE (GE, Samsung dan Meindo merupakan Konsorsium EPC Contractor Jawa-1). Kita committed dengan proyek. Di masa konstruksi, soliditas PPI dan EPC Contractor adalah kunci kelancaran proyek.
KONTAN.CO.ID: Apakah kisruh Pertamina Power dengan Marubeni ini akan memberikan sinyal negatif terhadap iklim investasi di Indonesia?
GINANJAR: Sama sekali tidak. Tolong dicatat, ini adalah simply urusan teknis Partnership. Kita juga berkolaborasi dg Persh Jepang (Sumitomo) dan Perancis (Engie) di proyek-proyek lain di Indonesia dan semua berjalan lancar. Kita juga kolaborasi dengan perusahaan asal Saudi Arabia. Ini merupakan bagian dari portfolio dan risk management kita.
KONTAN.CO.ID: Lalu mengapa dengan Marubeni bisa terjadi kekisruhan ini?
GINANJAR: Lack of Respect. Ini juga menjawab concern mengenai kesehatan dan kesetaraan para partner bisnis domestik dan internasional. Kisruh ini tidak akan terjadi jika ada respect. Saya pernah gebrak meja karena pada suatu kesempatan mereka bilang “your country need our money”.