Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menambahkan bahwa informasi yang akurat mengenai HPTL merupakan bentuk perlindungan dan pemenuhan hak konsumen.
“Hal ini penting sebagai jaminan bagi pengguna dalam mengonsumsi produk tersebut dan juga menjadi perlindungan dasar bagi mereka,” ujarnya.
Terlebih, pengguna produk HPTL terus mengalami peningkatan. Untuk pengguna rokok elektrik, jumlah penggunanya telah mencapai 2,2 juta orang di tahun 2020.
Baca Juga: Produsen rokok elektrik optimistis pasar akan pulih tahun depan
Trubus melanjutkan bahwa penyediaan informasi yang akurat tersebut juga sesuai dengan Pasal 3 dan Pasal 4 dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Di mana disebutkan bahwa perlu adanya peningkatan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen. Selain itu, juga perlu adanya sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi atas suatu produk.
Ia juga mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan riset kepada para konsumen produk HPTL. Hasil riset tersebut menyimpulkan bahwa konsumen menggunakan produk tersebut sebagai upaya intervensi kesehatan, tepatnya untuk mengurangi kebiasaan merokok.
Meski demikian, sejumlah responden masih ada yang menganggap bahwa nikotin yang dikonsumsi melalui produk HPTL memiliki risiko yang sama dengan rokok. Padahal, beragam produk HPTL tidak melalui proses pembakaran, sehingga menghasilkan senyawa kimia berbahaya yang jauh lebih rendah daripada rokok.
“Oleh karena itu, informasi dan edukasi yang akurat mengenai profil risiko dan manfaat dari produk HPTL seperti rokok elektrik, produk tembakau yang dipanaskan, kantong nikotin, dan snus menjadi sangat dibutuhkan,” tutup Trubus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News