kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Konsumen jangan pilih pengelola apartemen amatiran


Kamis, 05 Maret 2015 / 20:30 WIB
Konsumen jangan pilih pengelola apartemen amatiran
ILUSTRASI. Kapal PT Hasnur Internasional Shipping Tbk (HAIS)


Sumber: Kompas.com | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Pemilik apartemen atau pengembang berkemungkinan melakukan intervensi terhadap pungutan sewa dan pengelolaan apartemen. Hal tersebut, bisa merugikan konsumen pembeli apartemen.

Menurut Corporate Secretary PT Integrated Marketing Services (IMS) Group Muljadi Suhardi atau Kokon, untuk mencegah intervensi pengembang terhadap konsumen, pengelola dalam Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) haruslah merupakan kalangan profesional. Bukan orang-orang amatiran.

"Tugas P3SRS itu menentukan besaran biaya perawatan unit apartemen yang dihuni. Misalnya, awalnya dipatok Rp 15.000 per meter persegi. Itu bisa ditawar, tapi nanti kualitasnya juga berkurang," ujar Kokon kepada Kompas.com, Kamis (5/5/2015).

Kokon menjelaskan, biaya perawatan termasuk biaya keamanan untuk menggaji petugas satpam. Setidaknya dalam satu apartemen ada empat orang satpam yang berjaga dengan jam kerja masing-masing 8 jam. Untuk, penggajian satpam ini, menurut Kokon, juga bisa didiskusikan besaran nilai yang layak.

"Kalau per meter persegi bayar Rp 15.000, tapi dia bayar Rp 5.000, tidak apa-apa. Tapi, jaganya cuma jam malam saja," kata Kokon sambil berkelakar.

Pengelola profesional

Selama ini, kasus intervensi pengembang terhadap pungutan sewa dan perawatan apartemen, disebabkan dominasi pengembang terhadap kepemilikan unit apartemen. Kokon menekankan, pengelola apartemen ini haruslah terdiri dari unsur pihak independen atau pihak ketiga, selain pengembang maupun penghuni.

"Kalau dia (pengembang) tidak pegang itu (unit), dia tidak bisa intervensi. Yang penting, orangnya harus profesional. Karena kalau tidak, banyak yang berebut mau kelola. Pungutannya bisa besar," tutur Kokon.

Dari perawatan per unit saja, menurut dia, bisa mencapai Rp 1.500.000. Biaya ini, termasuk juga pemakaian fasilitas umum antara lain lift, lampu taman, dan fasilitas kebugaran. Untuk mengelola biaya-biaya ini, kata Kokon, perlu transparasi dan pengelolaan akuntabel dari orang-orang profesional.

"Setidaknya P3SRS harus berpengalaman, mengetahui pembagian pendanaan dan transparasi kepada penghuni. Kalau tidak, bisa celaka," sebut dia.

Sayangnya, menurut Kokon, penghuni tidak bisa memastikan apakah pengembang sudah menunjuk pihak profesional sebelum operasionalisasi apartemen. Di awal promosi, pengembang pasti mengatakan hal yang baik-baik mengenai pelayanan apartemen.

"Tidak ketahuan di awal, karena P3SRS belum terbentuk. Hanya kekompakan penghuni yang diharapkan kalau memang nantinya terjadi intervensi," imbuh Kokon.

Paling tidak, lanjut Kokon, jika di awal pihak pengembang sudah menunjuk operator profesional, konsumen bisa lebih tenang. Pasalnya, operator biasanya telah berpengalaman dan mampu menunjukkan sikap transparansi. Dengan adanya operator, keberadaan P3SRS juga bukan menjadi hal yang wajib.

"Sebenarnya tidak perlu lagi P3SRS, tapi kalaupun harus dibentuk, dia berurusan dengan operator," pungkas Kokon.(Arimbi Ramadhiani)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×