Reporter: Dani Prasetya | Editor: Rizki Caturini
SIMALUNGUN. Harum kopi menyeruak tiap kali melewati Gerai Starbuck. Bagi pecinta kopi, rasanya sulit untuk tidak singgah dan menyesap secangkir racikan kopi jenis Arabica yang mereka gunakan. Terlebih ketika kopi tersaji panas dan asap masih mengepul.
Gerai kopi ini memang sangat menjaga cita rasa kopi yang dijajakan. Mereka mendatangkan bahan baku biji kopi dari daerah penghasil kopi ternama di Simalungun, Sumatera Utara. Para petani setempat biasa menjual hasil panennya pada pengumpul. Nantinya, para pengumpul inilah yang akan menjualnya pada eksportir setempat.
Meski dikenal sebagai daerah penghasil kopi Arabica terbaik di dunia, namun daerah ini masih kurang berkembang. Banyak petani terpaksa menjual hasil kebunnya pada pengecer di sepanjang jalan. Di Kabupaten Karo, terdapat banyak titik-titik pengecer yang hanya bermodalkan timbangan dan karung menawarkan jasa jual beli kopi.
Harga jual yang seadanya membuat para petani tak merasakan kenikmatan hasil bumi itu dengan selayaknya. Makanya, lembaga pembiayaan grup Bank Dunia, International Finance Corporation (IFC) menggandeng eksportir kopi PT Indo Cafco untuk membantu petani lokal menghasilkan kopi layak standar internasional.
Anak perusahaan ECom Agrindustrial Corporation itu patungan dengan IFC untuk mendirikan sebuah pusat pelatihan. Tujuannya, membantu 4.500 petani kopi agar bisa meningkatkan produktivitas.
Pimpinan proyek pusat pelatihan petani kopi, Rahmad Syakib, mengutarakan, para petani juga akan dibantu mendapatkan akses pasar yang mengharuskan sertifikat kopi. Apalagi, sejak 1995 negara-negara seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa mengharuskan adanya ekspor kopi bersertifikat.
Tak hanya soal kualitas, sertifikasi itupun menyangkut persyaratan faktor kesadaran lingkungan, tingkat standar upah, bagi hasil petani, faktor kesehatan kopi bagi tubuh, dan soal isu pekerja anak. "Jadi, petani kopi nantinya tidak sekedar menuai biji saja," ucap Rahmad yang juga menjabat sebagai Operation Officer IFC, Senin (5/12) malam.
Namun, petani itu sekaligus dapat masuk dalam mata rantai pasokan global karena telah mengantongi sertifikat internasional UTZ, Rainforest Alliance, dan CAFE dalam empat tahun mendatang.
Tenaga ahli budidaya kopi IFC, Zainudin menambahkan, selain sertifikat internasional itu, para petani kopi pun wajib mengantongi code of conduct yang dirilis Starbucks. Hal itu berpeluang meningkatkan penguasaan suplai biji kopi Indonesia pada merek tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News