kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

KPPU: IPOP berpotensi jadi sarana kartel sawit


Kamis, 14 April 2016 / 13:31 WIB
KPPU: IPOP berpotensi jadi sarana kartel sawit


Sumber: Antara | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan kesepakatan "Indonesia Palm Oil Pledge" (IPOP) tidak dapat diimplementasikan karena berpotensi menjadi sarana kartel yang akan menimbulkan praktik monopoli, dan atau persaingan usaha tidak sehat pada industri kelapa sawit nasional.

"IPOP sebagai kesepakatan pelaku usaha kelapa sawit diduga melanggar UU No. 5 Tahun 1999. Karena itu KPPU akan melakukan penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran tersebut," kata Ketua KPPU M. Syarkawi Rauf, dalam siaran pers yang diterima Antara, di Jakarta, Kamis.

Menurut Syarkawi, berdasarkan hasil analisis KPPU bahwa kesepakatan IPOP adalah kesepakatan antar pelaku usaha tertentu, yang memuat aturan yang mengikat pelaku usaha untuk mengimplementasikannya.

Implementasi IPOP, membawa dampak terhadap pelaku usaha lain di luar IPOP berupa hambatan masuk (pasokan), untuk memasok ke perusahaan yang tergabung dalam IPOP.

Dalam industri kelapa sawit Indonesia, menurut Syarkawi, Pemerintah sudah membuat "Indonesia Suistanable Palm Oil" (ISPO) sebagai kebijakan sertifikasi yang harus dipenuhi setiap perusahaan atau perkebunan sawit yang menjadi standar dalam melaksanakan praktik perkebunan sawit yang berkelanjutan.

Terdapat perbedaan yang signifikan antara kesepakatan IPOP dengan ISPO adalah penetapan standar kriteria lingkungan yang baik untuk perkebunan sawit.

ISPO menggunakan standar kriteria "High Conservation Value Forest" (HCVF), sementara para anggota IPOP sepakat untuk menambahkan kriteria "High Carbon Stock" (HCS).

"Jadi, terdapat potensi bahwa kesepakatan IPOP memiliki posisi lebih tinggi kedudukannya dibanding regulasi Pemerintah, padahal IPOP hanya merupakan kesepakatan pelaku usaha," tegasnya.

Ditambahkannya, pelaku usaha yang tergabung dalam IPOP menguasai pangsa pasar CPO yang cukup besar, sehingga para anggota IPOP memiliki kekuatan pasar yang cukup besar.

Menurut catatan, awalnya terdapat lima perusahaan sawit besar yang masuk dalam IPOP yaitu Wilmar Indonesia, Cargill Indonesia, Musim Mas, Golden Agri, dan Asian Agri.

Kelima perusahaan itu menampung hampir 90 persen seluruh tandan buah segar (TBS) dan CPO Indonesia, termasuk di dalamnya TBS dari 4,5 juta sawit rakyat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×