Reporter: Dani Prasetya | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Kementerian Perindustrian mengkhawatirkan masalah finansial negara Uni Eropa bakal mempengaruhi transaksi perdagangan Indonesia. Sebab, masalah utang Yunani yang merembet hingga negara lain di Eropa berpotensi memperluas krisis keuangan kawasan tersebut.
"Untuk Eropa saya tidak terlalu optimistis. Apalagi kalau lihat struktur utang negara-negara besar," tutur Dirjen Kerja Sama Industri Internasional Kementerian Perindustrian Agus Tjahayana, Selasa (23/8).
Menurutnya, masalah utang Yunani yang berkepanjangan akan sulit terselesaikan karena tiga negara yaitu Jerman, Prancis, dan Inggris yang diharapkan bisa membantu menalangi utang Yunani pun tengah bermasalah. Bahkan, Jerman pun sulit memperluas pasar ekspornya karena terhempas agresi China. "Kemungkinan kondisinya memburuk," ujarnya.
Padahal, ekspor Indonesia ke Uni Eropa sepanjang periode 2007-2010 tercatat meningkat dengan rata-rata sebesar 9%. Angka itu melebihi impor produk industri dari Eropa yang mencapai 8%. Pada 2010 neraca perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa surplus US$4,5 miliar.
Jumlah itu disumbang hasil olahan kelapa atau kelapa sawit dengan pangsa pasar 20%, tekstil dan produk tekstil 14,5%, elektronika 10,5%, olahan karet 10,5%, dan sepatu atau alas kaki 8%.
Bahkan, produk tertentu mengalami peningkatan ekspor secara tajam seperti barang kimia lainnya naik 147%, komoditi lain 59,4%, rokok naik 28,7%, olahan tetes 27,4%, serta alat olahraga 26,5%.
Sayangnya, penetrasi pasar produk industri ke Uni Eropa masih tergolong rendah dengan rata-rata sekitar 0,5%. Hal tersebut sebenarnya menurut Agus dapat menjadi peluang untuk memperluas pangsa pasar ekspor Indonesia. Namun, kondisi finansial kawasan itu kemungkinan bakal menunda rencana ekspansi ekspor Indonesia.
"Kemungkinan kalau turun maka kondisinya akan stagnan karena Eropa tetap butuh komoditi tersebut," ucapnya.
Lain halnya dengan masalah keuangan Amerika Serikat. Menurutnya, kondisi negara itu tidak terlalu mengkhawatirkan karena posisi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang tengah tumbuh meski dilanda krisis.
Masalah politik internal negara itulah yang membuat masalah keuangan Amerika Serikat seolah tak terselesaikan. Namun, dia yakin, negara itu bakal menemukan solusi permasalahannya.
Akibatnya, kemungkinan besar transaksi perdagangan Amerika Serikat-Indonesia bakal stagnan selama beberapa waktu. Kalaupun naik maka kondisi tersebut merupakan akibat dari apresiasi mata uang yuan, rupiah, dollar Singapura, ringgit, bath, dan peso. "Dampak yang dirasakan bakal semua untuk semua negara karena komoditinya sama," ucapnya.
Menteri Perdagangan Marie Elka Pangestu juga pernah menyebut kekhawatirannya pada kondisi masalah keuangan Uni Eropa. "Dibanding Amerika Serikat, kita lebih khawatir kondisi di Eropa," ujarnya.
Untuk mempertahankan level ekspor akibat penurunan pangsa pasar di kedua wilayah itu, Marie mengutarakan, harus dilakukan dengan meningkatkan daya saing, meningkatkan diversifikasi pasar ekspor, dan meminimalkan biaya tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News