Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyebut bahwa 80% trader gas yang ada di Indonesia justru trader yang tidak memiliki infrastruktur alias hanya modal kertas.
Hal itu juga diamini Menteri ESDM Sudirman Said. Berbekal surat alokasi gas, perusahaan atau seorang trader gas bisa berbisnis gas dengan leluasa, meraup untung tanpa harus susah-susah membangun infrastruktur gas. Hal itu terjadi karena kedekatan dengan kekuasaan dan petinggi Pertamina bukan karena punya kemampuan.
Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis meminta agar perilaku bagi-bagi alokasi gas dengan bermodal kedekatan terhadap petinggi kekuasaan harus dibongkar. Tidak bisa lagi sumber energi seperti itu jadi bancakan kekuasaan.
"Skala pemberian harus diberikan ke mereka yang sudah jelas, skala prioritas, dan sudah punya infrastruktur gas, mereka harus dapat. Di sini tentu saja soal proporsi pembagian. Tidak bisa alokasi gas itu diberikan ke siapa saja. Poin saya siapa dapat alokasi gas ini harus peroleh secara sah tidak bisa sekadar kedekatan kekuasaan dengan pejabat saja," tandas Margarito, Selasa (29/9).
Kata dia, PT Pertamina (Pertamina) memang bisa saja memiliki privilege tertentu terkait migas. Namun kembali lagi, Margarito mengingatkan, agar setiap pemberian alokasi-alokasi gas tidak bisa lagi dilakukan dengan cara-cara rente alias bagi-bagi. Harus profesional dalam hal mendapatkan alokasi sekaligus menjual alokasi itu ke pihak lain.
"Harus profesional tidak bisa lagi dilakukan dengan cara curang, ada rente, itu harus dihentikan," tandas Margarito.
Menurut dia, penegak hukum sangat bisa masuk mengusut para trader gas, menelisik bagaimana para trader gas bekerja sehingga merugikan publik. Namun sebelum itu akan lebih baik dilakukan audit kinerja terlebih dahulu terhadap Pertamina. Pasalnya, ia khawatir, jika penegak hukum langsung masuk tidak memiliki kapasitas kemampuan dalam membongkar para trader mafia gas.
"Sebaiknya dilakukan audit kinerja terlebih dahulu terhadap Pertamina oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar akuntabel. Dengan hasil audit kinerja BPK itulah jadikan dasar untuk aparat hukum masuk," tegasnya.
Sebelumnya, pada Juni lalu, Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, bahwa ada trader gas mendapatkan pasokan karena mereka dekat dengan kekuasaan. Kala itu, ia berjanji, pemerintah akan merevisi beberapa aturan termasuk mengeluarkan Perpres bahwa hanya pemilik infrastruktur gas yang boleh mendapatkan alokasi atau menjual gas bumi.
"Satu yang akan kita benahi adalah soal alokasi gas. SKK Migas telah dapat 1 profil, di mana dari 60 trader hanya 15 trader yang punya fasilitas infrastruktur gas seperti pipa gas. Selebihnya mereka hanya saudagar bermodalkan kertas," tegas Sudirman.
Sudirman mencontohkan, ada pembangkit listrik kekurangan gas, ada pula industri-industri kekurangan gas, hal ini terjadi karena ada perusahaan trader gas yang hanya bermodalkan kertas, tapi tidak punya infrastruktur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News