Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
Kedua, di Peranap, Riau. Di sini, PTBA dan Pertamina bekerjasama dengan perusahaan asal Amerika Serikat, Air Products and Chemicals Inc. Produk yang dihasilkan adalah DME dan syntheticnatural gas (SNG). Pabrik gasifikasi di Peranap ini diharapkan dapat mulai beroperasi pada tahun 2022 dengan kapasitas pabrik sebesar 400 ribu ton DME per tahun, dan 50 mmscfd SNG.
Nicke menegaskan, Pertamina dan PTBA akan terus memproses kedua proyek gasifikasi batubara ini. Menurut Nicke, uji kelayakan alias Feasibility Study (FS) sudah rampung kendati masih ada sejumlah aspek keekonomian proyek yang masih dalam perhitungan.
Nicke pun belum bisa memastikan di lokasi yang mana proyek gasifikasi ini akan menjadi prioritas untuk dikembangkan. "Sejak awal dua tempat, Peranap dan Tanjung Enim, kita kaji mana yang paling baik, yang itu akan kita jalankan. FS sebetulnya sudah selesai, tinggal sekarang hitung-hitungan angka saja dengan PTBA, dan bisa langsung jalan terus prosesnya," terang Nicke.
Baca Juga: Ini rencana bisnis dan ekspansi Bakrie & Brothers (BNBR) tahun depan
Sebelumnya, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) sudah berulang kali menekankan pentingnya hilirisasi tambang, termasuk batubara. Presiden Jokowi menegaskan, hilirisasi batubara mendesak untuk segera direalisasikan sebagai upaya untuk mengurangi impor LPG dan menekan defisit neraca dagang atau current account defisit (CAD).
Pasalnya, hingga saat ini sekitar 70% kebutuhan LPG Indonesia masih harus dipenuhi dengan impor. "Jadi ngapain kita impor LPG, impor petrokimia yang besar. Begitu ini muncul (hilirisasi), hilang itu defisit CAD kita," sebagaimana yang ditegaskan Jokowi di acara Indonesia Mining Association (IMA) Award 2019, beberapa waktu lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News