kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kurs dolar sudah naik 50% sejak 2013, sudah waktunya harga gas disesuaikan...


Kamis, 26 September 2019 / 17:36 WIB
Kurs dolar sudah naik 50% sejak 2013, sudah waktunya harga gas disesuaikan...
ILUSTRASI. Pembangunan pipa gas PGN


Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) menegaskan bahwa gas bumi masih menjadi salah satu sumber energi yang paling efisien di Indonesia. Di kawasan Asia, harga gas yang disalurkan PGN juga masih sangat kompetitif. Kecuali jika dibandingkan dengan harga gas di Malaysia yang mendapatkan subsidi dari pemerintah negara itu.

Berdasarkan data sejumlah lembaga energi terkemuka seperti Woodmack (2018) dan Morgan Stanley (2016), harga gas bumi kepada sektor industri di Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan harga di Singapura dan China.

Baca Juga: PGN terancam kehilangan profit US$ 17,3 juta akibat gas dari Kepodang berhenti

Di Singapura konsumen industrinya membeli gas berkisar US$ 12,5 - US$ 14,5 per MMBtu. Sementara industri di Cina harus membayar lebih mahal lagi yaitu mencapai US$ 15 per MMBtu.

"PGN menjual gas kepada pelanggan akhir berkisar antara US$ 8 - US$ 10 per MMBtu. Harga itu terbentuk dari berbagai sumber baik gas sumur maupun LNG yang harganya jauh lebih tinggi," jelas Rachmat Hutama, Corporate Secretary PGN di Jakarta, Kamis (26/9).

Rachmat menegaskan, sejak tahun 2013 PGN tidak pernah menaikkan harga gas kepada konsumen industri. Sementara biaya pengadaan gas, biaya operasional dan kurs dolar AS terus meningkat.

Secara akumulasi, sejak 2013 hingga saat ini kurs US$ telah mengalami kenaikan hingga 50%. Biaya pengadaan gas selama ini menggunakan patokan dolar AS.

"Dengan beban biaya yang terus meningkat tentunya ruang bagi PGN untuk mengembangkan infrastruktur gas bumi menjadi makin terbatas. Sementara banyak sentra-sentra industri baru, seperti di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang belum terjamah gas bumi," tegas Rachmat.

Baca Juga: Adu Kuat Pebisnis dan PGAS di Harga Gas premium

Hingga saat ini, sebagai Subholding gas bumi, PGN telah membangun jaringan gas hingga lebih dari 10.000 Kilometer. Panjang pipa gas PGN ini hampir dua kali lipat dibandingkan jaringan gas milik Malaysia dan Thailand, serta 4 kali lipat lebih panjang daripada jaringan gas di Singapura. Sedangkan di China jaringan pipa yang terbangun mencapai lebih dari 40.000 kilometer.

Dari fakta dan data di atas, biaya pengelolaan kegiatan hilir Indonesia masih bersaing dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara. Rentang biaya distribusi dan niaga di Indonesia berkisar US$ 2,8 - US$ 4  per MMBTU.

Bandingkan dengan negara Malaysia, Singapura, Thailand dengan rentang biaya hilir sebesar US$ 2,8 – US$ 3  per MMBTU dengan panjang pipa setengah dari yang dimiliki Indonesia dengan segala tantangan wilayah geografis yang didominasi kepulauan.

Menurut Rachmat, semakin panjang jaringan pipa yang dikelola oleh suatu badan usaha, maka biaya pengelolaan dan perawatannya menjadi besar, dan setiap tahun biaya dua komponen itu juga terus naik.

Rencana penyesuaian harga gas yang akan dilakukan oleh PGN, lanjutnya, juga sudah dikaji secara matang dengan memperhitungkan banyak aspek. Termasuk dari sisi kemampuan konsumen industri sendiri.

Baca Juga: PGN kembali gelar kompetisi jurnalistik 2019, PGN: Dorong kualitas produk pers
 
Untuk menjaga daya saing industri dan kepentingan konsumen, Kementerian ESDM juga telah mengeluarkan paket kebijakan dan perubahan tata kelola gas bumi yang cukup mewadahi semua kepentingan dari hulu sampai ke hilir melalui Permen ESDM 58 /2017 dan Permen 04/2018.

Kata dia, semuanya bermuara pada transparansi dan rasionalisasi termasuk upaya menjaga sustainability penyediaan gas bumi domestik untuk seluruh kepentingan masyarakat dan pengembangan infrastruktur gas bumi ke seluruh wilayah di Indonesia.

Sebagai pionir pemanfaatan gas dan pembangunan infrastruktur gas bumi, PGN selama ini juga telah mengambil banyak risiko. Baik risiko pasokan maupun pasar yang cenderung fluktuatif dan tidak pasti.

Sebagai agregator, untuk memastikan ketersediaan gas, PGN juga telah membangun terminal LNG di beberapa lokasi untuk meregasifikasi LNG yang berasal dari berbagai sumber. 

Baca Juga: Pemerintah Rancang Strategi Memasok Kebutuhan Energi di Ibu Kota Baru

"Perluasan pemanfaatan gas bumi merupakan tanggungjawab bersama. Apalagi kita punya tanggungjawab bersama untuk menjaga ketahanan energi nasional dan melayani kebutuhan gas bumi secara berkeadilan," ujar Rachmat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×