Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Paket insentif pajak atau pengurangan pajak atau deductable tax bagi industri padat karya tambah lagi peminat. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memberikan lagi lima rekomendasi bagi perusahaan yang ingin mendapatkan pemotongan pembayaran pajak penghasilan (PPh) 25 dan penundaan pembayaran PPh 29.
Lima perusahaan padat karya tersebut bergerak di sektor industri furnitur. Adalah PT Domusindo Perdana, PT Semeru Karya Buana, PT Katwara, PT Kudus Karyaprima, dan PT Vincent Sheppard Indonesia.
Sebelumnya, telah ada 49 perusahaan padat karya yang diusulkan Kemenperin. Mereka adalah perusahaan yang bergerak di tiga sektor industri padat karya, yaitu alas kaki, tekstil, dan pakaian jadi yang berlokasi di Pulau Jawa.
Rinciannya, 10 perusahaan adalah produsen alas kaki, 16 perusahaan tekstil, sementara 23 perusahaan sisanya adalah produsen pakaian jadi. Jadi, secara total hingga sekarang telah ada 54 perusahaan yang mendapatkan insentif pajak dari pemerintah.
Sektor industri furnitur ini dibandingkan ketiga sektor sebelumnya sangat minim peminat. Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kemenperin Aryan Wargadalam mengatakan minimnya minat produsen furnitur untuk mendapatkan insentif ini karena administrasi perusahaan mereka kurang bagus.
Pencatatan pembukuan jual beli transaksi serta pembayaran upah tidak terdata dengan baik karena mereka adalah perusahaan skala kecil. Selain itu, "Mereka juga takut kalau berurusan dengan pajak. Takut diperiksa," ujar Aryan kepada KONTAN, pekan lalu.
Di samping itu, menurut Kasubdit Industri Kayu dan Rotan Kemenperin Emil Satria, saat ini sedang ada satu perusahaan furnitur yang sedang mengajukan rekomendasi. Namun, karena data-datanya masih kurang lengkap, pihaknya sedang meminta perusahaan tersebut untuk melengkapinya.
Data 54 perusahaan yang direkomendasikan Kemenperin ini berada di bawah 70 perusahaan yang mengusulkan diri untuk mendapatkan insentif pajak ke Kemenperin. Sekedar tahu, Kemenperin memang melakukan penyeleksian sebelum memberikan rekomendasi.
Seleksi di Kemenperin ini berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 43/M IND/PER/8/2013. Beleid ini mengatakan, rekomendasi potongan dan penundaan pembayaran pajak hanya diberikan pada perusahaan yang memiliki tenaga kerja minimal 500 orang. Persentase biaya tenaga kerja dalam total biaya produksi perusahaan tersebut pun paling sedikit 20%.
Selain itu, industri yang layak menerima insentif adalah yang berorientasi ekspor. Batasan persentase produk dari perusahaan ini yang diekspor minimal 30% dari nilai total penjualan.
Mengingatkan saja, diskon PPh pasal 25 dan 29 ini hanya diberikan ke perusahaan yang tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Agar memenuhi persyaratan itu, perusahaan telah melakukan perjanjian dengan Kemenperin untuk tidak melakukan PHK sampai akhir tahun 2013. Kecuali, atas kemauan pekerja sendiri atau pekerja tersebut melakukan tindakan melawan hukum yang merugikan perusahaan.
Menteri Keuangan Chatib Basri menjelaskan minimnya peminat perusahaan yang ingin mendapatkan insentif pajak ini karena memang masih sedikit perusahaan yang keuangannya sehingga tidak perlu melakukan PHK. "Kalau data pengangguran sampai Agustus peningkatannya kan 150 ribu. Itu berarti dampaknya belum terlalu besar," tandas Chatib akhir pekan lalu.
Dirjen Pajak Fuad Rahmany menegaskan pemberian fasilitas ini ditujukan bagi perusahaan-perusahaan yang benar-benar mengalami kesulitan likuiditas. Pemberian rekomendasi ini langsung datang dari Kemenperin dan pihak pajak sendiri akan secara otomatis langsung memberikan insentif.
Nantinya, rekomendasi itu akan langsung masuk ke masing-masing Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terkait. Dalam PMK Nomor 124/PMK.011/2013 menyebutkan, pengurangan PPh pasal 25 berlaku untuk masa pajak September 2013 sampai Desember 2013. Pengurangan maksimal 25% diberikan untuk perusahaan yang tidak berorientasi ekspor dan 50% untuk perusahaan berorientasi ekspor. Sedang untuk penundaan pembayaran PPh 29nya diberikan selama tiga bulan.
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Lana Soelistianingsih menilai masih minimnya minat perusahaan untuk mendapatkan fasilitas insentif pajak ini dikarenakan kekhawatiran perusahaan. Kalau perusahaan mengajukan insentif berarti perusahaan tersebut harus membuka kondisi keuangannya. "Itu yang membuat perusahaan gak antusias," papar Lana.
Di samping itu, menurut Lana, seharusnya insentif pajak itu diberikan bagi perusahaan yang hendak memperluas ekpansinya di dalam negeri. Baik itu penambahan jumlah pekerja atau perluasan pabrik. Ini penting agar bisa direlokasi di dalam negeri dan menambah nilai bagi ekonomi domestik sendiri.
Sedang insentif pajak yang diberikan sekarang ini cenderung menambahkeuntungan perusahaan itu sendiri karena biaya pembayaran pajak mereka yang turun. Kalau perusahaan yang menerima adalah perusahaan asing, justru repatriasi asetnya akan meningkat. Ini yang tidak baik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News