Reporter: Febrina Ratna Iskana, Pratama Guitarra | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Kegaduhan yang melibatkan salah satu anggota DPR yang dituding oleh Menteri ESDM sebagai oknum yang meminta jatah saham PT Freeport Indonesia tidak membuat proses perpanjangan kontrak dan investasi perusahaan asal Amerika Serikat tersebut terganggu.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said menegaskan, kasus pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden dalam lobi-lobi perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia dari 2021 menjadi 2041 memang berkaitan dengan proses perpanjangan kontrak Freeport. "Jadi yang dijanjikan adalah membantu menyelesaikan proses perpanjangan Freeport," ungkap Sudirman Senin (16/11) di DPR RI.
Sudirman menegaskan, kasus pelanggaran etika yang dilakukan oleh oknum DPR dan seorang pengusaha tidak ada sangkut-pautnya dengan divestasi dan investasi Freeport Indonesia. Sudirman juga menegaskan pemerintah belum memperpanjang kontrak karya PT Freeport.
"Tidak ada urusan. Ini pelanggaran etika, makanya kami laporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Urusan kami dengan Freeport tentang perpanjangan kontrak jalan terus," tegas Sudirman.
Di sisi lain, Juru Bicara Freeport, Riza Pratama menyatakan meski ada ribut-ribut permintaan jatah saham Freeport Indonesia oleh anggota DPR, belum mempengaruhi perundingan perpanjangan kontrak perusahaan tersebut.
Dia menjelaskan, Freeport juga akan menunggu hasil proses pemeriksaan dari aksi anggota DPR yang meminta jatah saham Freeport. "Pernyataan tersebut (politisi DPR) sudah ada di MKD. Kami menunggu saja proses yang sedang berlangsung," kata Riza pada KONTAN Senin (16/11).
Riza menyakinkan investasi di Indonesia akan terus berjalan, salah satunya adalah pembangunan smelter senilai US$ 2,3 miliar. Freeport Indonesia bekerjasama dengan PT Newmont Nusa Tenggara (Newmont) untuk membangun smelter di Gresik, Jawa Timur. "Proses pembangunan smelter masih berjalan. Rencana investasi pun masih berjalan normal," jelas Riza.
Freeport sendiri sejak awal tahun 2000 hingga saat ini telah mengeluarkan investasi sebesar US$ 4 miliar. Freeport tengah berencana untuk melakukan investasi sekitar US$ 16 miliar untuk membangun tambang bawah tanah.
Divestasi bisa molor
Meskipun demikian, kegaduhan ini membuat proses divestasi 10,64% saham PT Freeport Indonesia masih mandek. Perusahaan asal Amerika Serikat tersebut belum juga menawarkan sahamnya kepada pemerintah.
Adapun berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Freeport harus menjual sahamnya hingga 20% pada 14 Oktober 2015 dan 30% pada 14 Oktober 2019. Saat ini, saham pemerintah di Freeport baru sebesar 9,36%.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan pihaknya sudah mengingatkan manajemen PT Freeport untuk segera menawarkan sahamnya. Meskipun begitu, dia mengungkapkan berdasarkan regulasi yang ada, tidak ada tenggat waktu. "Sudah kami kirimkan surat. Ya kami akan terus ingatkan," ujarnya.
Menurutnya, masih belum ada sanksi yang bisa diterapkan bagi Freeport. Namun, pihaknya juga kini tengah mempertimbangkan apakah akan menetapkan tenggat waktu yang bisa diberikan. "Kalau masih di koridor enggak ada masalah. Tapi, kalau lewat tahunnya mungkin akan ada sanksi," ujarnya.
Adapun Juru Bicara Freeport Indonesia Riza Pratama mengungkapkan, mengenai kewajiban divestasi, Freeport berkomitmen untuk tetap melakukannya. Hanya, Freeport masih menunggu mekanismenya. Apakah melalui initial public offering (IPO), atau sesuai aturan yakni ke pemerintah, BUMN, BUMD, baru ke swasta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News