Reporter: Sofyan Nur Hidayat | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Pemerintah mengeluarkan revisi peraturan terkait pemberlakuan azas cabotage di Indonesia melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2011. Peraturan yang merevisi PP Nomor 20 Tahun 2010 tentang angkutan perairan itu memberikan pengecualian terhadap enam jenis kapal di sektor minyak dan gas yang masih bisa beroperasi dengan bendera asing.
Kepala Pusat Komunikasi Publik (Kapuskom) Kementerian Perhubungan Bambang S Ervan mengatakan, PP tersebut sudah keluar pada akhir pekan kemarin. PP Nomor 22 Tahun 2011 itu merevisi pasal 5 dalam PP sebelumnya. Selain itu juga ada penambahan pasal baru. "Ada beberapa jenis kapal yang bukan untuk mengangkut barang dan penumpang masih bisa berbendera asing," kata Bambang, Minggu (10/4).
Kapal berbendera asing untuk kegiatan lepas pantai itu tetap diizinkan beroperasi di perairan Indonesia selama belum ada atau jumlah kapal berbendera Indonesia terbatas. Di sisi lain, jika masih ada kapal sejenis dari Indonesia maka harus diutamakan bagi kapal berbendera Indonesia. Untuk persoalan izin dan prosedur operasional kapal asing sendiri akan diatur melalui keputusan Menteri Perhubungan.
Sementara itu data yang diperoleh dari Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) menyebutkan enam jenis kapal asing yang masih diizinkan beroperasi di Indonesia adalah kapal survey minyak dan gas bumi, pengeboran, konstruksi lepas pantai, penunjang operasi lepas pantai (AHTS DP2-DP3, PSV, DSV), pengerukan dan salvage, serta pekerjaan bawah air.
Dalam siaran persnya, Ketua INSA Bagian Angkutan Cair yang juga menjabat sebagi Presiden Direktur PT Berlian Laju Tanker Tbk, Widihardja Tanudjaja mengatakan, aturan yang baru itu menegaskan bahwa kapal floating storage and offloading (FSO) dan floating production storage and offloading (FPSO) yang membawa kargo minyak beserta jenis kapal tanker minyak dan tanker gas wajib mengikuti aturan Cabotage.
Widihardja mengatakan tidak ada atau terbatasnya kapal bendera Indonesia untuk enam jenis kapal itu disebabkan oleh kurangnya ketertarikan perusahaan pelayaran lokal untuk masuk ke bidang itu. Maklum, peluang lain yang bisa digarap perusahaan pelayaran lokal lebih menjanjikan.
Ketua Umum INSA, Johnson W Sutjipto mengatakan perusahaan pelayaran nasional tidak terlalu tertarik untuk berinvestasi pada enam jenis kapal itu karena tidak bankable dan jangka waktu kontraknya rata-rata hanya sekitar 3 bulan.
Johnson mengatakan bila sudah terdapat kapal yang berbendera Indonesia yang telah memenuhi syarat untuk enam jenis kegiatan upstream minyak dan gas yang terbuka itu, maka kapal berbendera Indonesia tersebutlah yang wajib dipakai. Apabila INSA menyatakan tidak terdapat kapal yang berbendera Indonesia, maka BP Migas dapat memutuskan untuk menggunakan kapal berbendera asing.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News