kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Larangan ekspor kelapa bulat bisa merugikan petani


Rabu, 25 November 2020 / 12:03 WIB
Larangan ekspor kelapa bulat bisa merugikan petani
ILUSTRASI. Perhimpunan petani kelapa tolak usulan DPR supaya ekspor kelapa bulat dilarang karena produksi surplus.


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perhimpunan petani kelapa Indonesia menolak usulan DPR agar Kementerian Pertanian (Kementan) menerbitkan larangan ekspor kelapa bulat. Pasalnya, petani kelapa akan dirugikan sebab harga kelapa bila diekspor lebih tinggi dibandingkan dengan dalam negeri. Selain itu, produksi kelapa dalam negeri juga surplus sehingga tak berdasar untuk dilarang.

Kementan mencatat Indonesia mencapai rata-rata 15,4 miliar butir per tahun. Sementara itu, kebutuhan kelapa rumah tangga Indonesia hanya sekitar 1,53 miliar butir dan industri domestik 9,6 miliar butir. Dengan demikian, terjadi surplus produksi kelapa sekitar 4,5 miliar per tahun yang bisa diekspor.

Ketua Perhimpunan Petani Kelapa Indonesia (Perpekindo) Muhaemin Tallo mengatakan, berdasarkan data Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (HIPKI) pada 2015, jumlah industri pengolahan kelapa dalam negeri mencapai 62. Untuk bahan baku industri ini, Muhaemin mengatakan tidak kekurangan. 

"Indonesia tidak kekurangan bahan baku yang terjadi adalah kalangan industri tidak bisa bersaing dengan harga beli para eksportir ditingkat petani, “ kata Muhaemin dalam keterangannya, Rabu (25/11).

Baca Juga: Ini 3 sektor yang tetap tumbuh saat ekonomi Indonesia minus

Hal ini dikatakan Muhaemin merespons permintan Ketua Komisi IV DPR RI Sudin agar Kementan membuat aturan larangan ekspor kelapa bulat.

Lebih lanjut, Muhaemin mengatakan, Indonesia memiliki kebun kelapa dengan luas 3.8 juta ha, paling luas di dunia. Di Indonesia sendiri kelapa menduduki nomor 2 terluas setelah sawit. Hanya beda dengan sawit yang mayoritas dikuasai perusahaan, kelapa 98% dimiliki petani.

Ada delapan negara yang memiliki 90% total luas kebun kelapa duna, setelah Indonesia adalah Filipina dan India. Semua negara produsen kelapa mengekspor kelapa bulat juga, jadi kenana Indonesia ingin memiliki kebijakan sendiri dengan melarang ekspor kelapa bulat.

Thailand  dengan luas  kelapa lebih kecil dari  Indonesia tetapi  menguasai ekspor  kelapa muda terbesar dunia. Pemerintahnya mendidukung dengan kemudahan regulasi untuk mendapatkan devisa. “Jadi  kenapa pemerintah kita harus melarang ekspor kelapa?” tanya Tallo.

Muhaemin melanjutkan, ekspor kelapa bulat ke beberapa negara Asia dan Timur tengah tidak pernah mengurangi kecukupan bahan baku baik rumah tangga maupun industri. Hal ini bisa dibuktikan dengan melihat ketersediaan kelapa dipasar lokal yang tidak  pernah mengalami  kekurangan. 

Baca Juga: Heboh klepon tidak Islami, intip fakta dan cara membuat jajanan pasar ini

“Apakah pernah ada kejadian kelapa langka di pasar sehingga harganya naik dan ibu-ibu ribut. Tidak pernah, kelapa selalu ada di pasar,” katanya.

Menurut Muhaemin, petani kelapa sudah lama tidak menikmati kesejahteraan karena harga kelapa yang rendah. Sekarang karena tingginya permintaan ekspor, banyak eksportir berani membeli dengan harga tinggi di kebun. 

Harga kelapa sering dibawah biaya produksi yang meliputi panen, pengantaran dan kupas. Kalau ekspor dilarang maka harga akan kembali rendah. Tingkat kemiskinan di desa akan bertambah dalam situasi pandemi Covid-19.

Usulan  pelarangan ekspor kelapa oleh kalangan industri sudah sering diusulkan dalam dialog  antara perwakilan petani dan kalangan industri yang dimediasi oleh Kementerian Pertanian, Perdagangan, Industri atau  Kementerian Kordinator Ekonomi.

Dalam setiap dialog Perpekindo sebagai wakil petani hanya memberikan pertanyaan sederhana berapa jumlah industri kelapa dan berapa kebutuhan per tahun. Sampai saat ini pertanyaan itu tidak pernah dijawab dengan data yang valid.

Baca Juga: Resep kue klepon singkong yang kini tengah viral, cobain yuk

“Kalau ekspor dilarang siapa yang bisa menjamin kelapa petani akan ditampung oleh industri dengan harga yang ditawarkan eksportir. Kajian Kementan biaya produksi kelapa Rp2200/butir, kalau harga di bawah itu petani pasti rugi. Sebelum ekspor kelapa bulat marak, kelapa petani sering hanya dihargai Rp1200/butir. Larangan ekspor bisa mengembalikan ke posisi seperti ini,” katanya.

Perpekindo meminta DPR benar-benar bisa mewakili rakyat keseluruhan, termasuk petani, bukan wakil industri  saja. Sebaiknya mengkaji ulang larangan ekspor kelapa dengan mengedepankan dialog antara petani, industri, kementerian terkait dan pemerhati kelapa agar data yang diterima bisa berimbang, valid dan jujur.

Selanjutnya: Pemerintah lepas ekspor perdana 12 ton lidi nipah ke Nepal

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×