Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
Harga kelapa sering dibawah biaya produksi yang meliputi panen, pengantaran dan kupas. Kalau ekspor dilarang maka harga akan kembali rendah. Tingkat kemiskinan di desa akan bertambah dalam situasi pandemi Covid-19.
Usulan pelarangan ekspor kelapa oleh kalangan industri sudah sering diusulkan dalam dialog antara perwakilan petani dan kalangan industri yang dimediasi oleh Kementerian Pertanian, Perdagangan, Industri atau Kementerian Kordinator Ekonomi.
Dalam setiap dialog Perpekindo sebagai wakil petani hanya memberikan pertanyaan sederhana berapa jumlah industri kelapa dan berapa kebutuhan per tahun. Sampai saat ini pertanyaan itu tidak pernah dijawab dengan data yang valid.
Baca Juga: Resep kue klepon singkong yang kini tengah viral, cobain yuk
“Kalau ekspor dilarang siapa yang bisa menjamin kelapa petani akan ditampung oleh industri dengan harga yang ditawarkan eksportir. Kajian Kementan biaya produksi kelapa Rp2200/butir, kalau harga di bawah itu petani pasti rugi. Sebelum ekspor kelapa bulat marak, kelapa petani sering hanya dihargai Rp1200/butir. Larangan ekspor bisa mengembalikan ke posisi seperti ini,” katanya.
Perpekindo meminta DPR benar-benar bisa mewakili rakyat keseluruhan, termasuk petani, bukan wakil industri saja. Sebaiknya mengkaji ulang larangan ekspor kelapa dengan mengedepankan dialog antara petani, industri, kementerian terkait dan pemerhati kelapa agar data yang diterima bisa berimbang, valid dan jujur.
Selanjutnya: Pemerintah lepas ekspor perdana 12 ton lidi nipah ke Nepal
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News