Reporter: Muhammad Julian | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemberlakuan larangan ekspor konsentrat tembaga tinggal menghitung atau mulai Juni 2023 nanti. Kendati demikian, pemerintah bakal mengevaluasi opsi pemberian relaksasi untuk melakukan ekspor bagi pelaku usaha yang membangun smelter.
“(Larangan ekspor) kan sudah jelas (untuk) yang enggak bangun smelter. Tapi kalau bangun smelter sudah keluar 50%, progresnya 50%, ya kita masih akan mengevaluasi,” ungkap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif saat ditemui wartawan di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (19/5).
Saat ini, ada beberapa perusahaan yang diketahui tengah mengawal penyelesaian pembangunan smelter dengan kemajuan proyek di atas 50%. Pertama, ada PT Freeport Indonesia (PTFI) yang tengah membangun smelter dengan kapasitas pengolahan 1,7 ton konsentrat per tahun di Java Integrated and Industrial Port Estate (JIIPE) di Gresik.
Baca Juga: Rencana Pemberian Perpanjangan IUPK Freeport Lebih Cepat Menuai Pro-Kontra
Hingga akhir Maret 2023, progres pembangunan smelter baru sudah mencapai 64%. Menurut rencana, konstruksi smelter akan selesai di akhir Desember 2023, sementara produksi dijadwalkan di Mei 2024.
Kedua, ada Amman Mineral yang tengah mengawal proyek smelter tembaga di Benete, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Smelter dengan kapasitas pengolahan 00.000 ton per tahun itu dijadwalkan beroperasi pada 2024 mendatang. Total pencapaian kemajuan pembangunan hingga Januari 2023 mencapai 51,63%.
Sejatinya, pembangunan smelter pengolahan konsentrat tembaga seharusnya sudah bisa rampung dan bisa dioperasikan pada Juni 2023. Sebab, Pasal 170A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) hanya memberi toleransi kepada pengusaha untuk mengekspor konsentrat tembaga dalam jangka waktu paling lama 3 tahun sejak undang-undang berlaku, yakni hingga Juni 2023.
VP Corporate Communications PTFI, Katri Krisnati mengatakan, pihaknya masih terus berdialog dengan pemerintah soal wacana relaksasi ekspor.
“Jika keputusan tersebut diberikan, kami sangat mengapresiasi dukungan Pemerintah untuk memastikan kontinuitas operasional tambang yang secara teknis sangat dibutuhkan dan keberlanjutan investasi yang akan berdampak signifikan bagi ekonomi Indonesia khususnya masyarakat Papua,” katanya saat dhubungi Kontan.co.id, Jumat (19/5).
Plh Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Djoko Widajatno mengatakan, keterlambatan penyelesaian smelter PTFI terjadi akibat sejumlah faktor, yaitu adanya pagebluk Covid-19, perlambatan rantai pasok, Perang Rusia-Ukraina, dan faktor-faktor lainnya. Ia pun mengapresiasi relaksasi ekspor yang diberikan oleh pemerintah kepada anggota IMA
“IMA berterima kasih pada pemerintah yang memberikan perpanjangan, atas dasar penilaian kinerja anggota IMA dengan harapan Rencana pembangunan smelter dapat diselesaikan pada Mei 2024, sesuai dengan waktu perpanjangan yang diberikan,” ujarnya saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (19/5).
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli menilai, opsi pemberian relaksasi ekspor merupakan langkah yang tepat dan solutif berdasar pada kemanfaatan. Di satu sisi, program pemerintah untuk hilirisasi pertambangan minerba, menurut Rizal, sudah menunjukkan langkah yang progresif, sebagaimana bisa dilihat dalam kemajuan proyek smelter PTFI, dengan adanya progres konstruksi yang signifikan walaupun ada kendala dalam penyelesaiannya.
Di sisi lain, perusahaan juga tetap tidak kehilangan revenue dari produksinya dan masih tetap dapat beroperasi sesuai rencana dengan adanya relaksasi ekspor tersebut.
“Bagi pemerintah juga mendapatkan pendapatan negara dan devisa dari ekspor tersebut. Apalagi saat ini pemerintah masih dalam masa pemulihan ekonomi nasional yang memerlukan dukungan finansial yang kuat dari segala sektor,” imbuhnya kepada Kontan.co.id, Jumat (19/5).
Baca Juga: Pemerintah Akan Perpanjang IUPK Freeport, Anggota DPR: Belanda Masih Jauh
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News