Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Larangan ekspor nikel belum menemui titik terang pasca percepatan oleh pemerintah per 28 Oktober 2019 lalu.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bambang Gatot Ariyono mengungkapkan proses evaluasi masih berlangsung.
"Masih evaluasi yang 30 an (perusahaan) itu," ujar Bambang selepas menghadiri rapat kordinasi di Kementerian Kordinator Kemaritiman dan Investasi, Kamis (7/11).
Untuk itu Bambang menjelaskan, belum ada keputusan yang diambil mengenai dugaan pelanggaran ekspor bijih nikel oleh sejumlah perusahaan.
Baca Juga: Begini tanggapan pengamat soal nasib larangan ekspor biji nikel
Senada, Kepala Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan BKPM akan mengadakan pertemuan dengan pengusaha nikel membahas persoalan tersebut. "Senin rapat lagi BKPM bersama pengusaha nikel membahas ekspor bijih nikel," ujar Bahlil singkat.
Asal tahu saja, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertambangan Nikel Indonesia (Sekjen APNI) Meidy Katrin Lengkey dalam diskusi publik di Jakarta mengungkapkan secara total kerugian yang harus disinggung pengusaha nikel pasca percepatan larangan ekspor ditaksir mencapai Rp 500 miliar.
"Ada banyak perusahaan yang sudah terikat kontrak untuk vessel dan tongkang, tapi karena pelarangan ekspor yang dipercepat mereka tidak bisa apa-apa," sebut Meidy, Rabu (6/11).
Baca Juga: Beda pendapat Kementerian ESDM dan APNI soal pembangunan smelter
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News