kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45913,59   -9,90   -1.07%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Larangan Ekspor Timah Batangan Diusulkan Bertahap


Rabu, 30 November 2022 / 19:49 WIB
Larangan Ekspor Timah Batangan Diusulkan Bertahap
ILUSTRASI. Larangan ekspor timah murni batangan diusulkan agar dilakukan secara bertahap sembari mengembangkan industri hilir timah.


Reporter: Filemon Agung | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Larangan ekspor timah murni batangan diusulkan agar dilakukan secara bertahap sembari mengembangkan industri hilir timah.

Poin ini menjadi salah satu kesimpulan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI bersama Asosiasi Ekspor Timah Indonesia (AETI) dan Asosiasi Industri Timah Indonesia (AITI), Senin (28/11).

Ketua Umum AETI Jabin Sufianto mengatakan, sejumlah hasil kesimpulan dalam rapat tersebut pun telah disampaikan ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Jabin menjelaskan, pembahasan terus dilakukan oleh kelompok kerja hilirisasi."Pembahasan selalu berjalan, baik di pokja hilirisasi Kadin dan juga Pokja hilirisasi dari pihak Kementerian ESDM," kata Jabin kepada Kontan.co.id, Rabu (30/11).

Baca Juga: Bukukan Kenaikan Laba, Cermati Rekomendasi Saham PT Timah (TINS)

Dalam RDP yang digelar pada awal pekan ini, pihak AETI menyampaikan gambaran industri timah di Indonesia.

Tercatat, saat ini ekspor sudah tidak dilakukan untuk bijih timah. Adapun, ekspor hanya dilakukan untuk timah murni batangan.

Jabin menjelaskan, hasil produksi timah batangan (ingot) dari dalam negeri sebanyak 5% diserap oleh pasar domestik. Sementara sisanya untuk ekspor.

Salah satu alasan ekspor masih mendominasi karena kemampuan serap pasar dalam negeri yang memang masih mini. "95% yang diekspor ini lebih kepada karena pasar dalam negeri belum tersedia untuk ingot ini," kata Jabin dalam RDP bersama Komisi VII DPR, Senin (28/11).

Jabin melanjutkan, jika ekspor timah dilarang maka negara berpotensi kehilangan penerimaan royalti bersifat sementara dari penjualan timah yang mencapai Rp 1 triliun hingga Rp 2 triliun tiap tahunnya.

Selain itu, pelarangan ekspor timah secara mendadak juga berpotensi mengganggu finansial perusahaan tambang, peleburan dan pemurnian.

Menurutnya, diperlukan waktu untuk membangun industri lanjutan dari pengelolaan timah murni batangan.

Ia mencontohkan, industri chemical sebagai lanjutan dari timah ingot membutuhkan waktu dua tahun untuk konstruksi. Selanjutnya, butuh sekitar 8 tahun untuk menciptakan pasar.

"Kami dukung semua peraturan yang akan dibuat pemerintah, mohon dipertimbangkan agar hilirisasi dapat dilakukan secara bertahap. Kami butuh waktu dalam mengembangkan hilirnya karena ini sudah beyond ingot," terang Jabin.

Baca Juga: Hilirisasi Butuh Dukungan, Dirut MIND ID Minta Perbaikan Regulasi Tata Kelola Mineral

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×