Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT PLN mengungkapkan lelang proyek pembangkit energi baru terbarukan (EBT) kerap kali tidak diminati karena terjegal harga listrik yang kurang menarik.
EVP Aneka Energi Baru Terbarukan PLN, Zainal Arifin melihat energi baru terbarukan banyak peminatnya tetapi begitu proyek pembangkit hijau dirilis banyak pengadaan lelang yang gagal.
“Biomassa di Halmahera dan di Seram gagal tidak ada peminatnya, saya tidak tahu. Terus dedieselisasi juga gagal salah satu faktornya harga dari renewable dihargai murah karena tarif listrik kita rendah,” jelasnya dalam acara PLN Nusantara Power Connect 2023 di Jakarta, Selasa (12/9).
Baca Juga: Kementerian ESDM Beberkan Rencana Penyediaan EBT untuk IKN
Zainal buka-bukaan bahwa selama ini akar persoalan memang ada di sisi penentuan tarif (pricing). Dia mengatakan, mind set di PLN saat ini masih mengacu pada Permen ESDM Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Baru Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
“Jadi apapun di set up tetapi tidak naik Biaya Pokok Penyediaan (BPP)nya,” ujarnya.
Memang di dalam Permen ESDM No 12 Tahun 2017 mengatur, pembelian tenaga listrik energi terbarukan menggunakan harga patokan paling tinggi sebesar BPP di sistem ketenagalistrikan setempat.
“Tetapi kalau di wilayah itu hanya ada PLTU, sampai kiamat renewable energy tidak akan masuk karena harganya. Energi terbarukan itu kan bagus, hanya saja masalah di skala keekonomiannya,” jelasnya.
Menurutnya, jika pengembangan EBT selalu dihadapkan pada mind set Permen ESDM yang lama, di mana dipatok pada harga BPP setempat, maka akan sulit.
Sedangkan, berkaca pada praktik di negara tetangga seperti Jepang dan Korea, mereka rela membayar lebih mahal membeli cangkang sawit sebagai campuran batubara di PLTU-nya. Ini sebagai komitmennya medorong energi yang lebih bersih di negaranya.
Baca Juga: Ini Emiten yang Bakal Diuntungkan dari Rencana Penambahan Porsi Pembangkit EBT
Adapun bahan baku biomassa atau cangkang sawit yang digunakan oleh Jepang dan Korea berasal dari Indonesia.
“Mereka mau beli, lebih mahal. Itu saja kuncinya. Kalau mau selesaikan masalah itu biang keroknya harus diselesaikan. Kalau ngga ya begini-begini saja,” tegasnya.
Dia mengakui, melalui terobosan Perpres 112 Tahun 2022 yang mengatur harga patokan tertinggi atau ceiling tarif EBT, pihaknya mengatakan lumayan terbantu dalam pelaksanaan lelang proyek energi terbarukan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News