Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga listrik yang berasal dari energi baru terbarukan (EBT) disebut-sebut kini semakin murah. Meski begitu, diperlukan modal awal yang besar untuk investasi di sektor EBT tersebut.
“Biaya operasional atau pengeluaran operasional, biaya bahan bakar energi terbarukan sangat rendah. Begitu pula ketika kita berbicara tentang energi terbarukan karena beban dasar adalah investasi awal,” tutur Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo dalam agenda ASEAN-Indo Pacific Forum (AIPF), Rabu (6/9).
Modal investasi di EBT ini, kata dia, menjadi tantangan yang besar. Maka itu, Darmawan berharap, melalui Asian Indo Pacific Forum akan semakin dimudahkan, dari sisi investasi yang masuk.
Darmawan menjelaskan, saat ini ada ketidaksesuaian sumber energi terbarukan yang berada di daerah terpencil dengan pusat kebutuhan energi. Hal itulah yang membuat biaya pembangkit listrik dari energi baru dan terbarukan menjadi tinggi.
Baca Juga: Pertemuan Menteri Energi dan Forum Bisnis ASEAN Fokuskan Pada Tiga Isu Energi Ini
Meski begitu, dengan adanya regulasi dari pemerintah yang tidak lagi merancang dan membangun pembangkit dari batu bara. Maka, peralihan pembangkit base load akan berpindah ke pembangkit listrik berbahan bakar gas, hidro dan panas bumi.
Ia menuturkan, harga listrik dari energi terbarukan kini semakin turun berkat inovasi. Dari tahun ke tahun, PLN telah melelang tenaga surya pada tahun 2015 dengan nilai sebesar US$ 26 sen per kilowatt hour (kWh), kemudian untuk tenaga angin pada tahun 2018 sebesar US$ 12 sen per kWh.
“Saat ini tenaga surya US$ 5 sen, angin hanya US$ 5,5 sen,” terangnya.
Dia menambahkan, seiring berjalannya waktu, kini energi yang bersih adalah energi yang murah.
Baca Juga: Masih Kecil, Kalimantan Timur Akan Genjot Pemakaian Energi Baru Terbarukan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News