Reporter: Agung Hidayat | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri alat berat kebanjiran permintaan. Sektor pertambangan yang kian bergairah ditengarai mendorong pertumbuhan bisnis ini.
Djonggi Gultom, Ketua Perhimpunan Agentunggal Alat Berat Indonesia (PAABI) perusahaan tambang batu bara memang banyak mengorder alat berat size besar. "Apalagi semenjak aturan 25% jatah batu bara untuk PLN dicabut, market lebih bebas dan menambah gairah pertambangan," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Kamis (16/8).
Menurut catatan PAABI sampai sekarang secara nilai, 50% dari penjualan alat berat didominasi oleh sektor pertambangan, sedangkan sisanya diisi oleh sektor konstruksi, agribisnis dan komoditas lainnya. "Walau dari volume kecil, namun value alat berat untuk tambang batu bara itu sangat besar," katanya.
Sampai semester I 2018 ini menurut Djonggi sudah ada kenaikan permintaan hingga 2 kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Adapun sampai akhir tahun nanti PAABI memproyeksi penjualan alat berat akan tembus dikisaran 12.000-12.500 unit.
Ditengah lonjakan permintaan, Djonggi menyarankan jika ingin memesan alat berat khususnya kategori 100 ton harus jauh-jauh hari. "Paling tidak enam bulan sebelumnya sudah pesan," sebutnya.
Oleh karena itu, bagi perusahaan penambang besar menurut Djonggi sudah memesan lebih dulu bahkan sebelum tren kenaikan harga batu bara sejak akhir 2016 lalu. Sementara jika ada perusahaan tambang yang baru mulai mengorder saat ini harus bersedia mengantri untuk beberapa bulan kedepan.
Djonggi yang juga menjabat sebagai Chief Marketing Officer PT Hexindo Adiperkasa Tbk (HEXA) mengatakan kalau perusahaannya menerima banyak order sementara pasokan dari pabrikan tidak sebanding dengan permintaan pasar. "Apalagi untuk alat berat kategori 100 ton tidak banyak yang punya untuk segmen tambang tersebut," bebernya.
Sebagai distributor HEXA tentu ingin menambah pasokan, namun suplai dari pabrikan khususnya komponen belum menambah produksinya. Menurut Djonggi, mereka kemungkinan belum memperlebar lini produksi lantaran dinilai belum sebanding dengan permintaan pasar yang akan datang.
Sementara itu, Jamalludin Ketua Himpunan Alat Berat Indonesia (Hinabi) yang menaungi produsen alat berat lokal mengatakan saat ini utilitas produksi nasional berada dikisaran 80% dari kapasitas terpasang. "Target produksi tahun ini ada diangka 8.000 unit," sebutnya kepada Kontan.co.id, Kamis (16/8).
Sedangkan demand yang dirasakan pabrikan alat berat menurut Jamalludin sudah berada pada level 10.000 unit. Pabrikan belum menambah output dari produksi, lantaran kata Jamalludin masih terjadi keterbatasan bahan baku komponen alat berat di tingkat domestik.
Bagi distributor seperti PT United Tractors Tbk (UNTR), perseroan masih berupaya maksimal untuk memenuhi permintaan alat berat. Namun Sekretaris Perusahaan UNTR Sara K. Loebis tak menyanggah jika permintaan alat berat kali ini melebihi pasokan yang ada, tercermin dari waktu inden untuk pemesanan yang cukup lama.
"Kalau untuk alat kecil dan menengah sekitar 3 bulan sementara alat yang besar bisa 9 bulan," terangnya. Hingga Juni 2018, penjualan brand yang diampu UNTR seperti Komatsu tumbuh 37% menjadi 2.400 unit. Merek lainnya yaitu UD Truck penjualannya tercatat 417 unit, naik 51% dari sebelumnya 276 unit.
Sedangkan Martio, Direktur PT Kobexindo Tractors Tbk (KOBX) menjelaskan, penjualan perusahaan pada semester I-2018 telah naik 40% dibanding periode sama tahun lalu.
Hanya saja hasil positif ini tidak mengubah target penjualan tahun ini sebesar 40% dibanding tahun lalu. "Kenaikan semester II-2018 tetap dari pertambangan seiring dengan membaiknya harga komoditas," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News