Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Luas lahan kritis tahun ini direvisi menjadi sekitar 14 juta hektare (Ha) tahun ini. Sebelumnya, luas lahan kritis sebesar 24,3 juta Ha.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), luas lahan kritis di pulau Bali dan Nusa Tenggara sebesar 953.608 Ha, di Sumatera seluas 4,54 juta Ha, di Kalimantan seluas 2,86 juta Ha, di Sulawesi seluas 1,84 juta Ha, Jawa seluas 2,12 juta Ha, Papua seluas 975.811 Ha dan Maluku 687.496 Ha.
Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL) Ida Bagus Putera Prathama menekankan, perubahan luas lahan kritis tersebut bukan dikarenakan berhasilnya program rehabilitasi lahan. Namun, dikarenakan kriteria lahan kritis yang berubah.
“Jadi kriteria kita yang dulu itu kurang pas sehingga diduga berlebihan. Sehingga yang tadinya 24,3 juta Ha, sekarang menjadi sekitar 14 juta,” ujar Putera.
Menurut Putera, kriteria-kriteria tersebut pun dilihat dari tutupan lahan, erosi, kelerengan, dan fungsi kawasan, dan apakah letaknya berada di dalam atau di luar kawasan. Dia menambahkan, dalam menilai lahan kritis ini sudah menggunakan sistem skoring dan memanfaatkan teknologi citra.
Putera menambahkan kriteria tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 37/2014 tentang Konversi Tanah dan Air dan peraturan turunan terkait.
Sementara, berdasarkan UU No. 37/2014, lahan di Kawasan Lindung dan di Kawasan Budi Daya berdasarkan kualitasnya digolongkan menjadi lahan prima, lahan kritis dan lahan rusak.
KLHK pun terus berupaya untuk merehabilitasi lahan kritis yang ada. Setiap tahunnya, lahan kritis yang berhasil direhabilitasi sekitar 20.000 Ha. Di tahun 2019, KLHK menargetkan bisa merehabilitasi sekitar 230.000 Ha lahan kritis. Namun, ini sangat bergantung pada dana yang dimiliki.
“Target rehabilitasi di tahun depan sebesar 10 kali lipat, jadi lebih dari 200.000 Ha. Tetapi semuanya berujung pada anggaran, ada atau tidak,” tandas Putera.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News