Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Maharaksa Biru Energi Tbk (OASA) memperluas jangkauan bisnis di Blora, Jawa Tengah dengan membangun pabrik biomassa yang akan beroperasi akhir tahun 2024.
Maharaksa Biru Energi menargetkan kapasitas industri biomassa di Blora dapat mencapai 60.000 ton per tahun pada tahap pertama.
Direktur Utama Maharaksa Biru Energi, Bobby Gafur Umar mengatakan, Blora adalah salah satu daerah yang menyimpan potensi besar pengembangan usaha berbasis biomassa di Jawa Tengah.
Dari potensi tersebut, OASA bahkan sudah mulai menyusun rencana pengembangan bisnis Bio-CNG (Compressed Natural Gas) dari limbah pertanian yang berlimpah di sana, antara lain jerami, gabah dan jagung.
Baca Juga: Maharaksa Biru Energi Optimistis Raih Pertumbuhan Pendapatan Double Digit Tahun Depan
Ia menjelaskan, pada tahap pertama, kapasitas industri biomassa di Blora ini mencapai 5.000 ton per bulan, dan akan terus dikembangkan hingga 15.000 ton per bulan.
“Kami bidik sampai 60.000 ton per tahun pada tahap pertama ini dan akan terus ditingkatkan hingga mencapai 180.000 ton per tahun," kata Bobby dalam keterangan resmi, Kamis (25/4).
Lebih lanjut, Bobby bilang pabrik biomassa yang akan digarap OASA di daerah ini akan menghasilkan woodchip yang nantinya akan dipasok sebagai bahan co-firing untuk PLTU Rembang.
Baca Juga: Menilik Potensi Cuan Bisnis Wood Pellet untuk Energi Terbarukan
Sementara produk bio-CNG rencananya akan diekspor ke Jepang. Pabrik ini nantinya akan mampu menghasilkan 5 MMCFD bio-LNG per hari, dibangun dengan investasi sekitar 100 juta dolar AS.
“Kami dalam proses kerja sama pengembangan dengan lembaga keuangan dari luar negeri. Targetnya, pabrik bio-CNG di Blora ini akan siap beroperasi sekitar akhir tahun 2025,” ujar Bobby.
Adapun, Bobby juga menjelaskan ihwal kecukupan biomassa untuk program co-firing PLTU. Menurut dia, pemenuhan kebutuhan biomassa untuk program co-firing PLTU masih jauh dari cukup.
Hingga tahun 2023, capaiannya baru mencapai 1 juta ton dari 10,2 juta ton yang direncanakan hingga 2025. Indonesia masih membutuhkan banyak biomassa untuk program co-firing, untuk menggantikan sebagian besar batu bara di sejumlah PLTU di seluruh Indonesia.
Menurut Bobby, besarnya kebutuhan biomassa tersebut tak terlepas dari penggunaan biomassa yang secara nyata telah mampu mereduksi emisi di PLTU, dan mengurangi porsi penggunaan energi fosil.
Baca Juga: Pekan Perdagangan Pendek Menjelang Pilpres, Intip Rekomendasi Saham Berikut Ini
Selain itu, walau kebutuhan naik, penggunaan biomassa tak akan mengerek biaya pokok produksi pembangkit. Harga biomassa yang terjangkau bahkan berbanding 1:1 dengan batu bara, membuat biomassa sangat ekonomis.
“Jika dibandingkan dengan EBT lain, biomassa ini yang paling murah," ujar Bobby.
Dengan meningkatnya penggunaan biomassa untuk co-firing PLTU, maka reduksi emisi ditargetkan bisa mencapai 2,4 juta ton CO2 pada tahun ini. Target tersebut meningkat dibandingkan realisasi penurunan emisi pada tahun 2023 sebesar 1,05 juta ton CO2.
Bobby menambahkan, jumlah PLTU yang menggunakan biomassa dipastikan akan bertambah, sehingga, total kebutuhan biomassa diprediksi meningkat hingga 10,2 juta ton biomassa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News