kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Margin Pengembang Rusunami Terancam


Senin, 05 Januari 2009 / 07:29 WIB
Margin Pengembang Rusunami Terancam


Reporter: Ali Imron |

JAKARTA. Di tahun kerbau ini, pengembang rumah susun sederhana milik (rusunami) sudah berhadapan dengan tantangan baru yaitu penetapan komposisi 70 % subsidi dan 30 % non subsidi. Sudah begitu, mereka tidak bisa lagi membangun 20 lantai dan paling banter 15 lantai saja. Ini akibat aturan Koefisien Luas Bangunan (KLB) yang susut dari 6 menjadi 3,5.

Tentu saja berbagai macam tantangan itu, pengembang tambah megap-megap. Pasalnya ini menurunkan margin penjualan rusunami hingga 10%. Padahal biasanya pengembang bisa mendapatkan margin hingga 15%. Dengan aturan ini, pengembang cuma mendapatkan margin 5% saja atau malah tidak mendapatkan margin sama sekali. “Sebenarnya dengan dua aturan itu, membuat pembangunan rusunami tidak mudah bagi pengembang,” kata Wakil Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Bidang Rusunami, M Nawir, Minggu, (4/1) di Jakarta.

Bagaimana tidak. Dengan komposisi 70% untuk hunian bersubsidi pengembang sudah tidak bisa bermain di harga jual per meter tanah yang sudah dipatok sekitar Rp 1 juta per meter. Praktis, pengembang hanya bisa bermain di komposisi 30% non subsidi dengan menaikan harga jual per meter tanah.

Jika tadinya harga jual untuk non subsidi sekitar Rp 10 juta per meter persegi, maka bukan tidak mungkin harganya bakal naik tiga kali lipat menjadi Rp 30 juta per meter persegi. “Ini untuk mendapatkan margin supaya tidak buntung,” tukasnya.

Namun menaikan harga jual tanah untuk non subsidi ini tidak mudah. Pengembang masih harus bisa mencari pasar untuk mengisi yang non subsidi. Padahal daya beli sekarang lagi anjlog sejak maraknya PHK dan sulitnya likuiditas keuangan di perbankan. “Jadi sekarang pengembang harus pintar membidik pasar,” tandasnya.

Sekjen Asosiasi Perumahan Indonesia (Apersi), Tirta Susanto juga tidak menampik ancaman margin bagi pengembang rusunami. Pasalnya pengembang hanya bisa mendapatkan margin dari lahan seluas 3000 meter persegi tiap hektar. Di lahan itu saja, pengembang masih harus menyediakan lahan terbuka hijau seperti untuk taman, balai pertemuan dan lapangan sekitar 2000 meter persegi. “Jadi sisanya sekitar 1000 meter persegi itu untuk toko, maupun hunian non subsidi," katanya.

Bila ini terjadi, bukan tidak mungkin, pengembang baru rusunami bakal ciut nyalinya. Pasalnya pembangunannya rusunami tidak lagi menjanjikan meskipun pemerintah sudah memberikan berbagai macam fasilitas. Mulai dari jaminan suku bunga tetap KPR selama masa cicilan hingga kenaikan biaya subsidi rusunami sebesar Rp 2,5 triliun.

Makanya, Tirta mendesak supaya pemerintah lebih fleksibel membaca pasar saat ini. Terutama untuk pemerintah DKI Jakarta agar meninjau kembali aturan KLB itu. Idealnya KLB itu adalah 6. Dengan begitu, pengembang bisa memperkirakan sendiri berapa margin yang akan didapat. “Dengan KLB 6, satu tower bisa 20 lantai. Lantai 1 – 14 untuk hunian subsidi, lantai 15-20 untuk non subsidi,” katanya.

Kepala Riset Jones Lang Lasalle, Anton Sitorus bilang, dengan komposisi itu dipastikan penerapannya tidak akan berjalan dengan baik. Pasalnya aturan itu sama sekali tidak menarik investor untuk terjun ke rusunami. Kondisi ini hampir serupa saat pemerintah jaman dulu memberlakukan sistem pembangunan 1-3-5. Alias pengembang harus membangun 1 rumah mewah, 3 rumah menengah dan 5 rumah kelas bawah. “Pemerintah harusnya seimbang memberikan ruang buat pengembang mendapatkan margin dan tetap memikirkan kesejahteraan rakyat,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×