Reporter: Leni Wandira | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan penyedia layanan transportasi online, Maxim buka suara mengenai wacana pemerintah terkait status kerja pengemudi transportasi online dan kemungkinan pengklasifikasian mereka ke dalam kategori UMKM.
Wacana ini tengah menjadi perbincangan di tengah masyarakat seiring dengan langkah Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Koperasi dan UKM yang memiliki pendekatan berbeda terhadap status pengemudi ojek online dan taksi daring.
Maxim menekankan bahwa kebijakan mengenai status kerja pengemudi transportasi online harus dikaji secara komprehensif. Tentunya dengan mempertimbangkan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul, baik bagi para pengemudi maupun bagi ekosistem perekonomian nasional.
"Skema klasifikasi UMKM ini menawarkan alternatif yang inklusif dan strategis, namun tetap memerlukan posisi yang jelas dan koordinasi yang kuat antar pemangku kepentingan. Pendekatan kebijakan yang seimbang sangat penting untuk menjamin kesejahteraan pengemudi tanpa menghambat inovasi," ujar Rafi Assagaf, Government Relation Maxim Indonesia, Jumat (2/5).
Baca Juga: Realisasi Penghapusan Utang UMKM Masih Rendah
Menurut Maxim, pendekatan model kemitraan yang dikaitkan dengan klasifikasi UMKM dinilai lebih selaras dengan struktur ekonomi digital Indonesia. Selain mempertahankan fleksibilitas dan kemandirian pengemudi, skema ini juga memungkinkan integrasi perlindungan sosial dan program pembinaan yang lebih terstruktur.
“Dengan skema UMKM, pengemudi juga dapat memperoleh berbagai kemudahan dari pemerintah. Hal ini menciptakan sistem berbagi tanggung jawab yang tidak sepenuhnya membebani aplikator,” tambah Rafi.
Namun, terkait wacana menjadikan pengemudi transportasi online sebagai pekerja tetap, Maxim menyatakan keberatannya. Perusahaan menilai, status karyawan akan mengubah esensi fleksibilitas yang selama ini menjadi keunggulan utama bagi pengemudi.
“Penetapan status karyawan akan menuntut komitmen waktu kerja minimal dan keterikatan eksklusif dengan satu aplikator. Ini justru dapat memberatkan pengemudi, mengurangi daya serap kerja, dan meningkatkan beban operasional perusahaan,” jelas Rafi.
Baca Juga: Aturan Belum Terbit, UMKM Tetap Bisa Pakai Tarif PPh Final 0,5% di 2025
Maxim juga mengingatkan bahwa industri transportasi online telah menjadi pendorong penting pertumbuhan ekonomi digital Indonesia, dengan menciptakan peluang penghasilan bagi jutaan orang. Oleh karena itu, setiap kebijakan yang diambil harus dirancang secara inklusif dan mempertimbangkan keberlanjutan ekosistem serta ruang inovasi di sektor ini.
“Kami mendukung dialog terbuka dan partisipatif antara pemerintah, perusahaan aplikator, mitra pengemudi, dan konsumen agar kebijakan yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di lapangan,” tutupnya
Selanjutnya: Makan Bergizi Gratis Targetkan 4 Juta Penerima Pada Mei 2025
Menarik Dibaca: Begini Ciri-Ciri Asam Lambung saat Naik, Perhatikan ya!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News