Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
Pemerintah harus campur tangan memecahkan masalah bahan baku ini. Indonesia masih banyak mengekspor kelapa segar sehingga bahan baku arang ikut diekspor. Tidak mungkin pengusaha arang berhadapan langsung dengan petani dan minta jangan diekspor.
Efli Ramli, Dirut PT Mahligai Indococo Fiber yang juga Ketua Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia menyatakan Indonesia yang mempunyai kebun kelapa terluas di dunia hanya memenuhi 3% saja dari kebutuhan sabut kelapa dunia. Sebagian besar sabut kelapa terbuang begitu saja tanpa diolah, bahkan dibakar.
PT MIF yang berdiri tahun 2007 setiap bulan mengekspor 30 kontainer coco fiber dan 35 ton coco peat. Permintaan coco fiber China adalah 3.000 kontainer/tahun sedang Eropa Timur 200 kontainer. Permintaan coco peat China 3000 kontainer/tahun, Jepang 1500 kontainer, Korea 1500 kontainer, Itali 300 kontainer, Jerman 200 kontainer, Belgia/Belanda 300 kontainer, Israel 300 kontainer dan negara-negata Timur tengah 300 kontainer.
Baca Juga: Kadin nilai imbal dagang di tengah pandemi menguntungkan tapi butuh waktu
Supaya potensi sabut kelapa yang luar biasa ini bisa memenuhi kebutuhan dunia maka tiap sentra produksi kelapa harus didirikan industri ini. Industri ini harus dekat bahan baku. Efli sendiri siap melatih pelaku usaha agar memproduksi sabut kualitas ekspor. Kualitas sabut kelapa Indonesia lebih baik dari negara lain.
Petrus Tjandra CEO PT Multi Gemilang Agro Plantation Tbk menyatakan kelangsungan ekspor produk olahan kelapa sangat tergantung pada hulunya yaitu ketersediaan buah kelapa. Saat ini di hulu ada masalah yaitu kelapa yang sudah tua, lebih dari 60 tahun sehingga produktivitasnya rendah. Petani kelapa hanya berpenghasilan Rp5-6 juta/tahun. Sumbangan ekspor kelapa juga hanya kecil sekali yaitu1%, sehingga kurang mendapat perhatian.
“Indonesia merupakan negara nyiur melambai. Keberadaan kelapa harus diselamatkan. Caranya dengan peremajaan kelapa tua. Kalau menggunakan kelapa dalam baru berbuah 7 tahun. Karena itu gunakan kelapa hibrida yang berbuah 3 tahun. Selama belum berbuah maka integrasi dengan tanaman pangan sehingga petani mendapat penghasilan,” katanya.
Baca Juga: Meski pandemi, Royal Lestari Utama tetap serap produksi karet rakyat
Negara-negara produsen kelapa sekarang menuju kelapa hibrida sedang Indonesia masih mengandalkan kelapa dalam. Kelapa hibrida yang pendek juga untuk masa depan industri gula kelapa.Kebutuhan gula kelapa akan semakin meningkat, harganya juga. Dengan kelapa genjah yang pendek, menderes jadi mudah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News