Reporter: Havid Vebri | Editor: Test Test
JAKARTA. Anda sedang berniat berbisnis? Tak ada salahnya menimbang peluang membudidayakan ulat sutera. Selain modalnya kecil, peluang bisnis ini ternyata masih menjanjikan. "Sekarang ini, peluang bisnis terbuka lebar di sektor industri rakyat, yakni budidaya ulat sutera," kata Fauzi Azis, Direktor Jenderal untuk Industri Kecil dan Menengah (IKM), Departemen Perindustrian (Depperin), belum lama ini.
Budi daya sutera alam memang menebarkan aroma rezeki nan sedap. Tanpa harus repot-repot berpromosi, dijamin pembeli akan datang sendiri. Maklum, saat ini produksi kepompong ulat sutera alias kokon, masih belum sanggup memenuhi seluruh kebutuhan industri kain sutera nasional. Data Depperin menyebutkan, hingga saat ini, produksi kokon ulat sutera hanya sekitar 250 ton per tahun. Jumlah produksi itu masih jauh di bawah kebutuhan kokon nasional yang mencapai 700 ton per tahun.
Jika 250 ton kokon ulat sutera dibuat benang sutera, hanya akan menghasilkan sebanyak 31,25 ton benang sutera. Padahal saat ini, produksi industri benang sutera nasional, baik yang menggunakan mesin modern maupun tradisional, membutuhkan benang sutera hingga mencapai 87,5 ton setahun. Akhirnya, para pengusaha benang sutera dan perajin tenun kain sutera lebih banyak mengimpor kokon. "Nah, di sinilah sebenarnya letak peluang bisnis budidaya ulat sutera itu. Kebutuhannya masih sangat tinggi sementara suplainya sedikit sekali," ucap Fauzi.
Menurut Fauzi, pasokan kokon impor kebanyakan datang dari China dan Thailand. Importir selanjutnya menjual kokon impor itu ke para pedagang besar kokon impor di ITC Mangga Dua, Jakarta Pusat. Nah, para produsen benang sutera dan kain tenun sutera biasanya membeli kokon di Mangga Dua.
Fauzi bilang, pemerintah tidak akan memberi peluang masuknya investasi skala besar di budidaya ulat sutera. Sebaliknya, pemerintah ingin ulat sutera ini menjadi lahan bisnis rakyat. "Ada program kredit dari pemerintah bagi yang berminat membudidayakan ulat sutera," imbuhnya. Sayang, dia tidak menjelaskan secara rinci bagaimana cara mendapatkan kredit tersebut, serta berapa besar plafon kredit yang tersedia.
Toh, tanpa kredit pemerintah pun, Anda sebenarnya sudah bisa memulai usaha budidaya ulat sutera. Usaha ini sebenarnya sangat gampang dan sederhana. Modalnya pun relatif kecil. Bahkan, cukup dengan uang Rp 60.000, Anda sudah bisa mendapat satu kotak berisi 25.000 telor benih ulat sutera. Tentu, Anda masih harus menyediakan berbagai peralatan dan kebutuhan membudidayakan ulat sutera. Tapi, total modal awal membudidayakan ulat sutera tak lebih dari Rp 2 juta.
Dalam waktu 25 hari - 32 hari, Anda sudah bisa memanen hingga 20 kg kepompong sutera mentah. Rata-rata, satu kokon akan menghasilkan benang sutera sepanjang 1 kilometer. Apabila bibit, pakan, cuaca, dan rumah pemeliharaan ulat mendukung, panen bisa meningkat hingga 40 kg. Masa panennya memang cepat lantaran siklus hidup ulat sutera sejak bayi hingga masa kawin serta bertelur, hanya berlangsung selama sekitar satu bulan.
Selain masa panen yang cepat, budidaya ulat sutera juga tak memerlukan lahan yang luas-luas amat. Anda hanya membutuhkan lahan tempat pembesaran ulat sutera seluas 20 meter persegi (m2) sampai 50 m2. Selain itu, perlu sekitar 100 m2 lahan bertanam pohon murbei sebagai pakan utama si ulat. Cuma, memang, ulat sutera lumayan rakus melahap daun murbei segar. Minimal, Anda harus menyediakan satu ton daun murbei segar sebagai konsumsi sekitar 25.000 ulat sutera dalam satu siklus atau sejak telur menetas hingga menjadi kepompong.
Musuh utama beternak ulat sutera adalah ayam, tikus, dan cicak. Maklum, hewan-hewan itu gemar memakan larva ulat sutera. Selain itu, hampir tak ada hama ulat sutera. Harga kokon sutera lumayan. Harga normal berkisar Rp 25.000 hingga Rp 30.000 per kilogram (kg). Jika sudah diolah menjadi benang, bisa naik hingga 10 kali lipat ketimbang harga kokon.
Chresen Say, perajin tenun ikat dari Nusa Tenggara Timur (NTT) mengakui, peluang bisnis budidaya ulat sutera masih terbuka lebar. Saat ini saja, kata dia, para perajin tenun kesulitan mencari benang sutera produksi kokon lokal. Akibatnya, mereka memilih benang sutera impor. "Banyak perajin tenun dan pengusaha batik yang membeli benang sutera impor karena pasokan dari lokal masih kurang," ucapnya.
Chresen berharap, pemerintah mendorong pengembangan budidaya ulat sutera. Ia menyarankan agar pengembangan budidaya ulat sutera itu terfokus di sentra tenun kain tradisional. "Seperti di daerah saya yang ada sentra tenun sutera," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News