Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. PT Pertamina (Persero) sepertinya masih kesulitan dalam merealisasikan pembangunan kilang. Hingga saat ini belum ada kemajuan yang berarti dalam proyek kilang yang rencananya dibangun Pertamina.
Padahal Pertamina memiliki dua proyek besar yaitu pengembangan empat kilang lama dalam proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) yang terdiri dari RDMP Balikpapan, Cilacap, Dumai, dan Balongan. Ada juga proyek pembangunan dua kilang baru dalam proyek Grass Root Refinery (GRR) yang rencananya akan dibangun di Tuban dan di Bontang.
Jika merunut target Pertamina, salah satu proyek kilang Pertamina yaitu RDMP Balikpapan seharusnya sudah memasuki tahap konstruksi pada tahun ini. Sebelumnya Pertamina menargetkan konstruksi RMDP Balikpapan bisa dilakukan pada akhir tahun 2018.
Ditanya mengenai pembangunan kilang, Vice President Corporate Communcation Pertamina, Adiatma Sardjito hanya mengatakan belum ada perkembangan terkini terkait pembangunan kilang. Termasuk juga mengenai konstruksi RDMP Balikpapan akhir tahun ini.
Adiatma hanya menyebut pembangunan kilang Pertamina masih sesuai rencana perseroan. "Semua masih sesuai rencana,"ungkap Adiatma ke Kontan.co.id pada Selasa (13/11).
Lebih lanjut Adiatma mengatakan dalam pembangunan kilang, Pertamina perlu waktu karena dibutuhkan tahapan dan harus dikerjakan dengan sangat detail. "Untuk bikin kilang memang perlu tahapan dan sangat detil. nanti kami update,"imbuh Adiatma.
Proyek RDMP Balikpapan sendiri dibagi dalam dua tahap. Pada tahap Pertama, konstruksi ditargetkan mulai pada tahun ini dan selesai pada tahun 2020. Sementara untuk pembangunan tahap dua RDPM Balikpapan ditargetkan selesai pada 2021.
Pengamat Ekonomi dan Energi UGM, Fahmy Rahdi mengatakan kemajuan pembangunan kilang Pertamina sampai saat ini memang masih minim. Bahkan bisa dibilang sangat lambat.
"Sangat lambat sekali. Selalu ada berbagai permasalahan muncul, apakah masalah pendanaan, masalah dengan investor yang tiba-tiba batal, sehingga sampai sekarnag RDMP dan pembangunan kilang baru masih sangat lambat,"jelas Fahmy.
Bahkan menurut Fahmy, ada upaya mafia migas untuk mengganjal proyek kilang Pertamina. Pasalnya dengan pembangunan kilang, Pertamina bisa mengurangi impor produk BBM yang selama ini menjadi buruan para mafia migas.
"Pada saat saya di Satgas Mafia Migas, ada kajian kami menemukan ada upaya-upaya sistemik yang ingin menggagalkan RDMP dan pembangunan kilang baru tadi. Kalau kilang tidak dibangun, volume impor produk BBM bisa mencapai 600.000 barel. Mafia migas berburu rente di situ, melalui impor, baik lewat bidding atau blending. Apalagi untuk produk premium, itu tidak dijual di pasar internasional sehingga harus di-blending dan tidak ada patokan harga internasional yang digunakan sehingga tidak bisa ditentukan harga impor itu mahal atau tidak,"jelas Fahmy.
Padahal menurut Fahmy, pembangunan kilang merupakan keniscayaan dalam mewujudkan ketahanan energi nasional. Jika Pertamina tidak memiiki kilang maka Indonesia akan terus menerus ketergantungan impor BBM.
"Kalau tidak punya kilang ketergantungan impor BBM tinggi, dampaknya defisit neraca migas besar sehingga mempegaruhi defiist neraca pembayaran, yang mempengaruhi rupiah. Makanya pemerintah turut harus turut ampur tangan mempercepat pembangunan kilang sehingga ketahanan energi bisa diwujudkan,"pungkas Fahmy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News