kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Menaikkan daya saing pelabuhan melalui pemanfaatan teknologi informasi


Minggu, 19 September 2021 / 19:51 WIB
Menaikkan daya saing pelabuhan melalui pemanfaatan teknologi informasi
ILUSTRASI. Kesadaran atas pentingnya pemanfaatan teknologi informasi untuk meningkatkan daya saing turut menyentuh bisnis pelabuhan di Indonesia.


Reporter: Nur Qolbi | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah masyarakat yang semakin menuntut kecepatan dan kemudahan, pemanfaatan teknologi informasi menjadi hal yang tak dapat dihindarkan, termasuk oleh para pelaku usaha. Pemanfaatan teknologi informasi diyakini bisa meningkatkan pelayanan, menghemat waktu, serta menekan beban usaha sehingga membuat bisnis mampu bersaing.

Kesadaran atas pentingnya pemanfaatan teknologi informasi untuk meningkatkan daya saing turut menyentuh bisnis pelabuhan di Indonesia. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan berupaya untuk memperbaiki sistem logistik Indonesia melalui program National Logistic Ecosystem (NLE). Program yang memiliki  roadmap hingga tahun 2024 ini tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional.

Mengutip situs web resminya, NLE pada dasarnya adalah ekosistem logistik yang menyelaraskan arus lalu lintas barang dan dokumen internasional sejak kedatangan sarana pengangkut, baik kapal maupun pesawat hingga barang tiba di gudang. Ekosistem ini berorientasi pada kerja sama antarlembaga pemerintah dan swasta melalui pertukaran data, penyederhanaan proses, serta penghapusan repetisi dan duplikasi.

Dalam perwujudannya, NLE merupakan  platform kolaborasi yang mengintegrasikan beberapa  platform yang ada saat ini. Dengan kata lain, NLE dirancang untuk menjadi katalisator dalam proses bisnis logistik secara keseluruhan serta mengintegrasikan semua layanan menjadi satu pintu dan saling terhubung.

EVP Sekretariat Perusahaan PT Pelindo II (Persero) Ali Mulyono mengatakan, saat ini, terdapat tiga bentuk kolaborasi NLE di bidang logistik kepelabuhan, yaitu Delivery Order, SP2 Online, dan Trucking. Delivery Order (DO) adalah  platform layanan yang mempermudah proses pengurusan, penerbitan, dan pengiriman dokumen DO dari pemilik kargo, perusahaan pelayaran, dan terminal. 
Kemudian, SP2 Online merupakan proses pengurusan dokumen pengeluaran peti kemas di terminal yang dilakukan secara  online. Sementara Trucking merupakan  platform pencarian truk dan pengiriman barang dari dan menuju terminal.

Ali menjelaskan, integrasi DO secara  online dari perusahaan pelayaran ke terminal operator akan memudahkan validasi data oleh terminal. Begitu juga dengan SP2 Online yang terhubung dengan  platform Trucking akan mempermudah pengguna jasa dalam mencari sarana pengangkut melalui  platform perusahaan truk yang kini tumbuh pesat, tetapi masih terpencar. 

"Dengan NLE pengguna jasa dimudahkan karena cukup berinteraksi dengan satu platform saja, datanya akan mengalir ke berbagai platform lain yang membutuhkan data tersebut," tutur Ali saat dihubungi  Kontan.co.id, Jumat (17/9).

Baca Juga: Merger Pelindo I-IV akan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah

Menurut Ali, implementasi NLE di Pelabuhan Tanjung Priok sebagai salah satu pelabuhan yang dikelola Pelindo II untuk tiga bentuk kolaborasi tersebut telah berjalan dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan terintegrasinya semua Terminal Peti Kemas (TPK) internasional di area Pelabuhan Tanjung Priok dengan NLE, meliputi Jakarta International Container Terminal (JICT), TPK Koja, New Priok Container Terminal One (NPCT1), dan Terminal 3 Internasional.

Selain di Pelabuhan Tanjung Priok, semua TPK internasional yang dikelola oleh Pelindo II atau yang dikenal dengan nama IPC juga telah terhubung dengan NLE. Sebut saja TPK Palembang, TPK Panjang, TPK Pontianak, TPK Teluk Bayur, dan TPK Jambi. 

Di samping pelabuhan yang dikelola Pelindo II, sejumlah pelabuhan lain yang berada di bawah naungan Pelindo I, Pelindo III, dan Pelindo IV juga sudah mulai menerapkan NLE, seperti Pelabuhan Batam, Pelabuhan Tanjung Emas, Pelabuhan Tanjung Perak, dan Pelabuhan Makassar.

Berdasarkan catatan Kontan.co.id, pemerintah menargetkan penerapan NLE yang menghubungkan sistem logistik dari hulu ke hilir dapat menurunkan biaya logistik, dari 23,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi 17% dari PDB. Dengan begitu, Indonesia dapat memiliki daya saing yang lebih kuat dibanding negara lain sehingga bisa memperbaiki iklim investasi yang pada akhirnya berpengaruh pada perbaikan kondisi ekonomi Indonesia.

Asal tahu saja, berdasarkan Logistics Performance Index (LPI) yang disusun Bank Dunia, Indonesia menempati peringkat 46 dari 160 negara pada tahun 2018. Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia kalah dari Singapura yang berada di peringkat 7, Thailand yang ada di posisi 32, Vietnam di peringkat 39, dan Malaysia di posisi 41. 

Bank Dunia menghitung LPI tersebut berdasarkan enam dimensi yang mencakup efisiensi bea cukai dan izin pengelolaan perbatasan, kualitas infrastruktur perdagangan dan transportasi, serta kemudahan mengatur pengiriman dengan harga yang bersaing. Parameter lainnya adalah kualitas layanan logistik, kemampuan untuk melacak pesanan, dan frekuensi ketepatan waktu pengiriman.

Baca Juga: Kasus Korupsi PT Pelindo II, Kejagung: Unsur Kerugian Keuangan Negara Belum Terpenuhi

Efek merger Pelindo I-Pelindo IV

Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi menilai, implementasi NLE di sejumlah pelabuhan dan sektor bisnis terkait lainnya memang memudahkan aktivitas logistik. 

Ia mencontohkan, sebelumnya, jika pemilik kargo ingin mengurus dokumen DO ke 11 perusahaan pelayaran, maka perusahaan tersebut perlu masuk ke 11 situs yang berbeda dan datang langsung ke kantor perusahaan pelayaran dengan membawa dokumen fisik.

Akan tetapi, kini pemilik kargo cukup masuk ke NLE untuk dapat terhubung ke semua perusahaan pelayaran dan mengirim dokumennya secara  online. "Tentu hal tersebut menjadi suatu kemudahan karena menghemat waktu, energi, serta biaya," ucap Yukki  saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (19/9).

Yukki mengingatkan, pelabuhan memang menjadi titik awal penerapan NLE ini. Akan tetapi, sebenarnya NLE dikembangkan untuk mengakomodasi seluruh rantai pasokan dalam distribusi barang, termasuk bandara, perusahaan truk, pemilik kargo, perusahaan pelayaran, pergudangan, hingga 16 kementerian dan lembaga yang bersangkutan.

Baca Juga: IPCC harap bisa kelola Pelabuhan Patimban usai integrasi Pelindo

Yukki menambahkan, implementasi NLE saat ini masih dalam tahap awal apabila melihat  roadmap pengembangan yang dirancang hingga tahun 2024. Pasalnya, belum semua perusahaan dan lembaga yang berada di ekosistem logistik tergabung dalam NLE sehingga masih ada yang terpencar. 

"Sekarang baru 20% dari cita-cita besar pemerintah beserta asosiasi terkait terhadap rencana pengembangan LNE ini. Jadi, memang belum maksimal," ungkap Yukki. Oleh karena itu, ia berharap, rencana penggabungan Pelindo I-Pelindo IV dapat mendorong  pengembangan NLE sehingga  mempercepat integrasi sistem logistik dari hulu ke hilir.

Sebagaimana diketahui, pada awal Oktober 2021 pemerintah berencana mengintegrasikan Pelindo I sampai dengan Pelindo IV. PT Pelindo II (Persero) akan bertindak sebagai  surviving entity atau perusahaan penerima penggabungan. Setelah  merger, nama perusahaan akan berubah menjadi PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo.

Ali juga menyampaikan,  merger Pelindo akan memberikan nilai tambah berupa standardisasi pada prosedur operasional dan sistem pelayanan. Mengingat, pola operasi terminal dan pelabuhan yang dikelola keempat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pelabuhan di Indonesia masih sangat beragam dan belum terstandard. "Standardisasi ini diharapkan dapat meningkatkan level pelayanan kepada pengguna jasa serta terwujudnya efisiensi yang pada akhirnya dapat menekan biaya logistik nasional secara bertahap," ungkap Ali.

Platform digital

Tak berpuas diri dengan penerapan NLE di semua TPK internasionalnya, Pelindo II saat ini juga sedang mengembangkan  platform digital untuk mempermudah pengguna jasa kepelabuhanan dalam bertransaksi. Salah satunya adalah  platform i-Hub yang juga terintegrasi dengan NLE.

Platform yang dikemas dalam bentuk aplikasi  web dan  mobile ini dapat digunakan untuk mengajukan pelayanan, pengontrolan, dan pemantauan aktivitas logistik dalam proses  inbound dan  outbound secara  real time dan menyeluruh.  

Semua pengurusan dokumen dan proses pembayaran juga dapat dilakukan secara online dan real time pada platform tersebut.  Proses ini memudahkan pengguna jasa karena tidak perlu lagi datang ke terminal atau pelabuhan, cukup dari rumah atau kantornya saja.

Menurut Ali, pengembangan i-Hub sudah memasuki fase Minimum Viable Product ( MVP) di beberapa pelanggan terpilih di Pelabuhan Panjang, Bandar Lampung. Harapannya, ketika sudah memasuki fase final, i-Hub dapat diterapkan secara bertahap di semua pelabuhan di lingkungan Pelindo. Sementara saat merger sudah terlaksana, platform ini berpotensi diterapkan di seluruh pelabuhan Pelindo di Indonesia.

Baru-baru ini, untuk pertama kalinya, Pelindo II juga meluncurkan program Single Truck Identification (STID) di Pelabuhan Tanjung Priok. Program yang terintegrasi dengan layanan operasi terminal, asosiasi perusahaan truk, dan pemangku kepentingan lainnya bertujuan untuk menata dan mengidentifikasi semua truk yang ada di lingkungan pelabuhan.

Pasalnya, kartu identitas dalam STID ini dapat dibaca secara elektronik dan digunakan untuk bertransaksi masuk dan keluar  di semua terminal di wilayah Pelabuhan Tanjung Priok maupun di jalan tol.  

Sebelum penerapan STID, masing-masing terminal mengidentifikasi truk yang masuk secara sendiri-sendiri sehingga ketika diintegrasikan akan  mengalami kesulitan. Dari sisi perusahaan truk juga harus melakukan pendaftaran ke masing-masing terminal dan harus membawa banyak kartu  untuk bertransaksi.

Menurut Ali, STID yang diterapkan di Pelabuhan Tanjung Priok merupakan acuan implementasi yang sangat mungkin untuk diterapkan di semua pelabuhan di Indonesia. "Dengan menggunakan single database yang tersentralisasi dan terhubung ke semua terminal melalui API, implementasi STID ke pelabuhan lainnya akan dapat dilakukan dengan cepat dan real time," kata Ali.

Melihat berbagai inovasi tersebut, pemanfaatan teknologi informasi memang menjadi hal yang tengah digencarkan oleh para BUMN pengelola pelabuhan. Tujuan utamanya adalah untuk mempermudah dan mempercepat aktivitas logistik dari dan menuju pelabuhan, serta meningkatkan pelayanan bagi para pengguna jasa di seluruh pelabuhan di Indonesia.

Baca Juga: Pelindo merger pada akhir 2021, IPCC harap bisa kelola Pelabuhan Patimban

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×