Reporter: Nur Qolbi | Editor: Khomarul Hidayat
Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi menilai, implementasi NLE di sejumlah pelabuhan dan sektor bisnis terkait lainnya memang memudahkan aktivitas logistik.
Ia mencontohkan, sebelumnya, jika pemilik kargo ingin mengurus dokumen DO ke 11 perusahaan pelayaran, maka perusahaan tersebut perlu masuk ke 11 situs yang berbeda dan datang langsung ke kantor perusahaan pelayaran dengan membawa dokumen fisik.
Akan tetapi, kini pemilik kargo cukup masuk ke NLE untuk dapat terhubung ke semua perusahaan pelayaran dan mengirim dokumennya secara online. "Tentu hal tersebut menjadi suatu kemudahan karena menghemat waktu, energi, serta biaya," ucap Yukki saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (19/9).
Yukki mengingatkan, pelabuhan memang menjadi titik awal penerapan NLE ini. Akan tetapi, sebenarnya NLE dikembangkan untuk mengakomodasi seluruh rantai pasokan dalam distribusi barang, termasuk bandara, perusahaan truk, pemilik kargo, perusahaan pelayaran, pergudangan, hingga 16 kementerian dan lembaga yang bersangkutan.
Baca Juga: IPCC harap bisa kelola Pelabuhan Patimban usai integrasi Pelindo
Yukki menambahkan, implementasi NLE saat ini masih dalam tahap awal apabila melihat roadmap pengembangan yang dirancang hingga tahun 2024. Pasalnya, belum semua perusahaan dan lembaga yang berada di ekosistem logistik tergabung dalam NLE sehingga masih ada yang terpencar.
"Sekarang baru 20% dari cita-cita besar pemerintah beserta asosiasi terkait terhadap rencana pengembangan LNE ini. Jadi, memang belum maksimal," ungkap Yukki. Oleh karena itu, ia berharap, rencana penggabungan Pelindo I-Pelindo IV dapat mendorong pengembangan NLE sehingga mempercepat integrasi sistem logistik dari hulu ke hilir.
Sebagaimana diketahui, pada awal Oktober 2021 pemerintah berencana mengintegrasikan Pelindo I sampai dengan Pelindo IV. PT Pelindo II (Persero) akan bertindak sebagai surviving entity atau perusahaan penerima penggabungan. Setelah merger, nama perusahaan akan berubah menjadi PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo.
Ali juga menyampaikan, merger Pelindo akan memberikan nilai tambah berupa standardisasi pada prosedur operasional dan sistem pelayanan. Mengingat, pola operasi terminal dan pelabuhan yang dikelola keempat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pelabuhan di Indonesia masih sangat beragam dan belum terstandard. "Standardisasi ini diharapkan dapat meningkatkan level pelayanan kepada pengguna jasa serta terwujudnya efisiensi yang pada akhirnya dapat menekan biaya logistik nasional secara bertahap," ungkap Ali.
Platform digital
Tak berpuas diri dengan penerapan NLE di semua TPK internasionalnya, Pelindo II saat ini juga sedang mengembangkan platform digital untuk mempermudah pengguna jasa kepelabuhanan dalam bertransaksi. Salah satunya adalah platform i-Hub yang juga terintegrasi dengan NLE.
Platform yang dikemas dalam bentuk aplikasi web dan mobile ini dapat digunakan untuk mengajukan pelayanan, pengontrolan, dan pemantauan aktivitas logistik dalam proses inbound dan outbound secara real time dan menyeluruh.
Semua pengurusan dokumen dan proses pembayaran juga dapat dilakukan secara online dan real time pada platform tersebut. Proses ini memudahkan pengguna jasa karena tidak perlu lagi datang ke terminal atau pelabuhan, cukup dari rumah atau kantornya saja.
Menurut Ali, pengembangan i-Hub sudah memasuki fase Minimum Viable Product ( MVP) di beberapa pelanggan terpilih di Pelabuhan Panjang, Bandar Lampung. Harapannya, ketika sudah memasuki fase final, i-Hub dapat diterapkan secara bertahap di semua pelabuhan di lingkungan Pelindo. Sementara saat merger sudah terlaksana, platform ini berpotensi diterapkan di seluruh pelabuhan Pelindo di Indonesia.
Baru-baru ini, untuk pertama kalinya, Pelindo II juga meluncurkan program Single Truck Identification (STID) di Pelabuhan Tanjung Priok. Program yang terintegrasi dengan layanan operasi terminal, asosiasi perusahaan truk, dan pemangku kepentingan lainnya bertujuan untuk menata dan mengidentifikasi semua truk yang ada di lingkungan pelabuhan.
Pasalnya, kartu identitas dalam STID ini dapat dibaca secara elektronik dan digunakan untuk bertransaksi masuk dan keluar di semua terminal di wilayah Pelabuhan Tanjung Priok maupun di jalan tol.
Sebelum penerapan STID, masing-masing terminal mengidentifikasi truk yang masuk secara sendiri-sendiri sehingga ketika diintegrasikan akan mengalami kesulitan. Dari sisi perusahaan truk juga harus melakukan pendaftaran ke masing-masing terminal dan harus membawa banyak kartu untuk bertransaksi.
Menurut Ali, STID yang diterapkan di Pelabuhan Tanjung Priok merupakan acuan implementasi yang sangat mungkin untuk diterapkan di semua pelabuhan di Indonesia. "Dengan menggunakan single database yang tersentralisasi dan terhubung ke semua terminal melalui API, implementasi STID ke pelabuhan lainnya akan dapat dilakukan dengan cepat dan real time," kata Ali.
Melihat berbagai inovasi tersebut, pemanfaatan teknologi informasi memang menjadi hal yang tengah digencarkan oleh para BUMN pengelola pelabuhan. Tujuan utamanya adalah untuk mempermudah dan mempercepat aktivitas logistik dari dan menuju pelabuhan, serta meningkatkan pelayanan bagi para pengguna jasa di seluruh pelabuhan di Indonesia.
Baca Juga: Pelindo merger pada akhir 2021, IPCC harap bisa kelola Pelabuhan Patimban
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News