Reporter: Nur Qolbi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah masyarakat yang semakin menuntut kecepatan dan kemudahan, pemanfaatan teknologi informasi menjadi hal yang tak dapat dihindarkan, termasuk oleh para pelaku usaha. Pemanfaatan teknologi informasi diyakini bisa meningkatkan pelayanan, menghemat waktu, serta menekan beban usaha sehingga membuat bisnis mampu bersaing.
Kesadaran atas pentingnya pemanfaatan teknologi informasi untuk meningkatkan daya saing turut menyentuh bisnis pelabuhan di Indonesia. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan berupaya untuk memperbaiki sistem logistik Indonesia melalui program National Logistic Ecosystem (NLE). Program yang memiliki roadmap hingga tahun 2024 ini tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional.
Mengutip situs web resminya, NLE pada dasarnya adalah ekosistem logistik yang menyelaraskan arus lalu lintas barang dan dokumen internasional sejak kedatangan sarana pengangkut, baik kapal maupun pesawat hingga barang tiba di gudang. Ekosistem ini berorientasi pada kerja sama antarlembaga pemerintah dan swasta melalui pertukaran data, penyederhanaan proses, serta penghapusan repetisi dan duplikasi.
Dalam perwujudannya, NLE merupakan platform kolaborasi yang mengintegrasikan beberapa platform yang ada saat ini. Dengan kata lain, NLE dirancang untuk menjadi katalisator dalam proses bisnis logistik secara keseluruhan serta mengintegrasikan semua layanan menjadi satu pintu dan saling terhubung.
EVP Sekretariat Perusahaan PT Pelindo II (Persero) Ali Mulyono mengatakan, saat ini, terdapat tiga bentuk kolaborasi NLE di bidang logistik kepelabuhan, yaitu Delivery Order, SP2 Online, dan Trucking. Delivery Order (DO) adalah platform layanan yang mempermudah proses pengurusan, penerbitan, dan pengiriman dokumen DO dari pemilik kargo, perusahaan pelayaran, dan terminal.
Kemudian, SP2 Online merupakan proses pengurusan dokumen pengeluaran peti kemas di terminal yang dilakukan secara online. Sementara Trucking merupakan platform pencarian truk dan pengiriman barang dari dan menuju terminal.
Ali menjelaskan, integrasi DO secara online dari perusahaan pelayaran ke terminal operator akan memudahkan validasi data oleh terminal. Begitu juga dengan SP2 Online yang terhubung dengan platform Trucking akan mempermudah pengguna jasa dalam mencari sarana pengangkut melalui platform perusahaan truk yang kini tumbuh pesat, tetapi masih terpencar.
"Dengan NLE pengguna jasa dimudahkan karena cukup berinteraksi dengan satu platform saja, datanya akan mengalir ke berbagai platform lain yang membutuhkan data tersebut," tutur Ali saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (17/9).
Baca Juga: Merger Pelindo I-IV akan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah
Menurut Ali, implementasi NLE di Pelabuhan Tanjung Priok sebagai salah satu pelabuhan yang dikelola Pelindo II untuk tiga bentuk kolaborasi tersebut telah berjalan dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan terintegrasinya semua Terminal Peti Kemas (TPK) internasional di area Pelabuhan Tanjung Priok dengan NLE, meliputi Jakarta International Container Terminal (JICT), TPK Koja, New Priok Container Terminal One (NPCT1), dan Terminal 3 Internasional.
Selain di Pelabuhan Tanjung Priok, semua TPK internasional yang dikelola oleh Pelindo II atau yang dikenal dengan nama IPC juga telah terhubung dengan NLE. Sebut saja TPK Palembang, TPK Panjang, TPK Pontianak, TPK Teluk Bayur, dan TPK Jambi.
Di samping pelabuhan yang dikelola Pelindo II, sejumlah pelabuhan lain yang berada di bawah naungan Pelindo I, Pelindo III, dan Pelindo IV juga sudah mulai menerapkan NLE, seperti Pelabuhan Batam, Pelabuhan Tanjung Emas, Pelabuhan Tanjung Perak, dan Pelabuhan Makassar.
Berdasarkan catatan Kontan.co.id, pemerintah menargetkan penerapan NLE yang menghubungkan sistem logistik dari hulu ke hilir dapat menurunkan biaya logistik, dari 23,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi 17% dari PDB. Dengan begitu, Indonesia dapat memiliki daya saing yang lebih kuat dibanding negara lain sehingga bisa memperbaiki iklim investasi yang pada akhirnya berpengaruh pada perbaikan kondisi ekonomi Indonesia.
Asal tahu saja, berdasarkan Logistics Performance Index (LPI) yang disusun Bank Dunia, Indonesia menempati peringkat 46 dari 160 negara pada tahun 2018. Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia kalah dari Singapura yang berada di peringkat 7, Thailand yang ada di posisi 32, Vietnam di peringkat 39, dan Malaysia di posisi 41.
Bank Dunia menghitung LPI tersebut berdasarkan enam dimensi yang mencakup efisiensi bea cukai dan izin pengelolaan perbatasan, kualitas infrastruktur perdagangan dan transportasi, serta kemudahan mengatur pengiriman dengan harga yang bersaing. Parameter lainnya adalah kualitas layanan logistik, kemampuan untuk melacak pesanan, dan frekuensi ketepatan waktu pengiriman.
Baca Juga: Kasus Korupsi PT Pelindo II, Kejagung: Unsur Kerugian Keuangan Negara Belum Terpenuhi